Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dimulai, Akan Jadi Dasar Perbaikan UU Cipta Kerja

Kompas.com - 07/04/2022, 12:22 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai membahas revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP), Kamis (7/4/2022).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, revisi UU PPP merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang Cipta Kerja karena UU PPP akan menjadi dasar perbaikan UU Cipta Kerja.

"Penyelesaian perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini sebagai dasar tentunya untuk perbaikan Undang-Undang cipta Kerja," kata Airlangga dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR, Kamis.

Baca juga: Sembilan Gugatan UU Cipta Kerja di MK Selama 2021, Hanya Satu Dikabulkan Sebagian

Dalam rapat itu, pemerintah diwakili oleh Airlangga, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Airlangga berharap, revisi UU PPP dapat diselesaikan tidak terlalu lama karena ada kebutuhan untuk memulihkan ekonomi yang tertekan akibat perkembangan geopolitik global.

Ia menyebutkan, dinamika global yang menjadi tantangan pemulihan ekonomi antara lain ketidakpastian akibat pandemi, perubahan iklim, normalisasi kebijakan keuangan, disrupsi rantai pasok, serta inflasi akibat konflik Rusia dan Ukraina.

"Oleh karena itu, terobosan diperlukan untuk mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, salah satunya dengan melakukan perubahan UU PPP dan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Airlangga.

"Ini menjadi hal penting dilakukan dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan dihiarapkan dapat memperluas lapangan kerja bagi seluruh masyarakat," imbuh dia.

Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU PPP, Siap Akomodasi Metode Omnibus Law di UU Cipta Kerja

Dalam rapat ini, pemerintah menyerahkan 362 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), terdiri dari 210 DIM tetap, 24 DIM perubahan substansi, 17 DIM substansi baru, 64 DIM perubahan redaksional, dan 47 DIM diusulkan dihapus.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menjelaskan, ada 15 ketentuan perubahan dalam batang tubuh UU PPP.

Perubahan tersebut antara lain mengenai definisi metode omnibus, penjelasan asas keterbukaan, penanganan pengujian peraturan perundang-undangan, mekanisme perbaikan teknis penulisan rancangan undang-undang, serta partisipasi masyarakat.

Willy mengatakan, RUU ini akan mempunyai dampak langsung terhadap proses pembentukan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Baca juga: Yusril: Revisi UU PPP Tak Bisa Berlaku Surut ke Belakang, Seolah Ada Sebelum UU Cipta Kerja

"Oleh karena itu, pemahasan RUU ini seudah sepatutnya harus segera diselesaikan, agar UU PPP ini nantinya dapat menjadi pedoman bagi kita semuanya dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik dan benar," ujar Willy.

Seperti diketahui, revisi UU PPP ini bertujuan untuk mengakomodasi metode omnibus setelah UU Cipta Kerja yang dibentuk lewat metode tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Menurut MK, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua DPR Akui Revisi UU Polri-TNI Perluasan Wewenang tetapi Terbatas

Wakil Ketua DPR Akui Revisi UU Polri-TNI Perluasan Wewenang tetapi Terbatas

Nasional
Pansel Capim KPK Akan Undang Pemred hingga Aktivis untuk Serap Aspirasi

Pansel Capim KPK Akan Undang Pemred hingga Aktivis untuk Serap Aspirasi

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Sepaku Semoi di IKN Senilai Rp 836 Miliar

Jokowi Resmikan Bendungan Sepaku Semoi di IKN Senilai Rp 836 Miliar

Nasional
Muhammadiyah: Jemaah Tanpa Visa Haji Ibadahnya Sah, tapi Tak Dapat Pahala

Muhammadiyah: Jemaah Tanpa Visa Haji Ibadahnya Sah, tapi Tak Dapat Pahala

Nasional
Budi Djiwandono-Kaesang di Pilkada Jakarta, Dasco: Cek Ombak

Budi Djiwandono-Kaesang di Pilkada Jakarta, Dasco: Cek Ombak

Nasional
Laporan BPK 2021, Ada Masalah Data 247 Ribu Peserta Tapera Belum Mutakhir

Laporan BPK 2021, Ada Masalah Data 247 Ribu Peserta Tapera Belum Mutakhir

Nasional
Gugus Tugas Sinkronisasi Tidak Cerminkan Komposisi Kabinet Prabowo-Gibran

Gugus Tugas Sinkronisasi Tidak Cerminkan Komposisi Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Nasional
Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Nasional
Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Nasional
Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Nasional
Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Nasional
Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Nasional
Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Nasional
DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com