Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Gempa Biak dan Bau Anyir di Pesisir Pantai

Kompas.com - 17/02/2022, 08:24 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana gempa bumi magnitudo 7.5 dan tsunami pernah terjadi di Kabupaten Biak Numfor, Irian Jaya (kini Papua) pada 17 Februari 1996 silam.

Korban meninggal dalam bencana itu tercatat 96 orang. Kemudian 54 orang hilang dan 44 orang luka berat.

Gempa besar itu mengakibatkan banyak bangunan setempat rata dengan tanah. Sebanyak 2.100 penduduk dilaporkan kehilangan tempat tinggal.

Gempa juga mengakibatkan 41 tempat ibadah rusak, termasuk Mesjid Baiturrahman yang merupakan tempat peribadatan termegah di kota Biak. Sedangkan 87 bangunan sekolah, juga mengalami kerusakan parah, ditambah 31 rumah dinas guru, 63 balai desa, 11 puskesmas dan 47 toko atau kios.

Guncangan gempa yang cukup dahsyat disusul gelombang pasang (tsunami) setinggi pohon kelapa yang berkecamuk di wilayah Kecamatan Biak Utara dan kawasan pesisir timur. Sebanyak sepuluh desa habis disapu ombak, dan wilayah itu sempat terisolasi karena tidak bisa dihubungi baik melalui darat maupun laut.

Baca juga: Potensi Gempa Banten M 8,7 dan Tsunami Ancam Cilegon, BMKG Paparkan Risikonya

Beberapa hari setelah kejadian, masih banyak korban meninggal yang belum ditemukan. Hal itu membuat kawasan pesisir timur Biak Numfor yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik diselimuti bau anyir. Ternyata jenazah korban banyak yang terperangkap di bawah puing-puing bangunan atau di sela-sela potongan kayu.

Proses pengiriman bantuan juga tidak mudah. Saat itu penduduk juga mulai kesulitan bahan pangan hingga pakaian karena ketika mereka menyelamatkan diri tidak sempat lagi membawa harta benda.

Amandus Mansnembra yang saat itu menjabat sebagai Bupati Biak menyatakan, Kanwil Depsos dan Kanwil Depkes Provinsi Irian Jaya kurang tanggap terhadap akibat gempa di Biak yang menyebabkan ribuan jiwa butuh bantuan bahan makanan dan bantuan kesehatan.

"Bantuan dari Depsos dan Depkes kepada korban gempa Biak belum ada, meski Pemda Biak sangat membutuhkan bantuan untuk menanggulangi kekurangan bahan makanan, pakaian dan obat-obatan," kata Mansnembra.

Baca juga: Pulau Kalao Toa Ambles akibat Gempa 7,4 M di NTT, Ahli Geologi Unhas Minta Dilakukan Mitigasi

"Saya khawatir jika tidak ada bantuan akan timbul akibat lain seperti bahaya kelaparan dan wabah penyakit karena kondisi kesehatan korban bencana makin buruk," kata-nya menegaskan.

Bantuan saat itu dilaporkan sudah dikirim. Namun, tertahan di Manokwari, karena kapal pengangkut, KM Dobonsolo, tidak bisa berlabuh di dermaga Biak sesuai waktu yang direncanakan.

Kapal penumpang milik PT Pelni ini sebenarnya merapat di dipelabuhan setempat hari Ra-bu lalu, tetapi menjelang sandar tiba-tiba muncul gempa susulan dan gelombang pasang. Kapal kemudian hanya berputar-putar di depan dermaga Biak. Keputusan akhir, kapal yang juga membawa ribuan penumpang ini, meneruskan perjalanan ke Pelabuhan Manokwari.

Gempa tektonik di Biak selain menimbulkan tsunami dengan ketinggian mencapai tujuh meter di Irian Jaya, ternyata juga merambat hingga ke Jepang dalam waktu hanya 6 jam dengan menempuh jarak sekitar 2.000 km dari Biak.

Baca juga: Edukasi Publik Evakuasi Gempa Bumi Secara Rutin, Bisakah Kita?

"Ketinggian tsunami akibat gempa di Biak itu di Jepang mencapai rata-rata satu meter," urai Wakil Ketua Tim Survai Tsunami Internasional (ITST), Ir Subandono Diposaptono MEng.

Menurut laporan kepala tim Dr Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku Jepang, lokasi yang dilanda tsunami di Irian Jaya, meliputi Manokwari (4 meter), Sarmi (7 meter), Korim (6-7 meter), Biak (3-5 meter), dan Pulau Yapen (7 meter). Akibat gempa berkekuatan 7,5 Skala Richter di Biak itu, merambat ke pantai Kyusyu, Shikoku, Tokai, Tohoku, dan Hokkaido di Jepang.

Karena adanya pertemuan lempeng benua atau adanya zona tujaman dari timur hingga ke barat di perairan sebelah utara Irian Jaya, menurut Subandono, wilayah itu tergolong rawan tsunami. Untuk menghambat serangan tsunami, sepanjang pantai hendaknya ditanami pohon bakau.

Berita ini sudah tayang di surat kabar KOMPAS edisi 23 Februari 1996 dan 13 Maret 1996 dengan judul: "Setelah Gempa Guncang Biak: Bau Anyir Muncul di Mana-mana...", dan "Tsunami Biak Terbesar Setelah Tsunami di Cile".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com