JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah tokoh agama mengusulkan perubahan judul RUU Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol. Menurut mereka lebih tepat aturan tersebut menggunakan kata pengendalian daripada pelarangan.
Sejumlah tokoh tersebut di antaranya Ketua Perhimpunan Majelis Agama Buddha Indonesia (Permabudhi) Philip K Wijaya, Perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Nyoman, Perwakilan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Henrek Lokra, dan Perwakilan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Peter Lesmana.
"Sebetulnya yang paling tepat untuk nama UU ini menurut kami adalah pengendalian. Jadi kita tidak sebut sebagai pengetatan atau pelarangan dan lain sebagainya," kata Philip, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg), Selasa (13/7/2021).
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol Dinilai Tak Urgen
Selain pengendalian, Philip juga memiliki usulan lain, yakni peraturan atau penataan.
Kemudian, dia memaparkan beberapa hal yang perlu diatur dalam RUU tersebut, misalnya mengenai produksi minuman beralkohol skala kecil yang terkait ritual budaya.
"Saya kira produksi sekarang ini sudah memiliki izin dari pemerintah. Namun, untuk keperluan skala kecil seperti ritual budaya, tentu mereka bisa memproduksi sendiri dan digunakan untuk keperluan ritual di kalangan sendiri dan tidak diedarkan secara komersil," ujarnya.
Selain itu, ia menyinggung soal peredaran minuman beralkohol yang sudah diatur dalam peraturan daerah (perda).
Selain itu, Philip juga menyoroti dampak terhadap bisnis pariwisata di sejumlah daerah yang berupaya menarik wisatawan mancanegara.
"Jika banyak hal yang membatasi, apakah ini tetap membuat mereka merasa tertarik atau seperti apa? Saya kira ini butuh pengkajian lebih lanjut," tutur Philip.
Hal senada diungkapkan oleh Nyoman, perwakilan PHDI. Menurutnya, kata pengendalian lebih cocok digunakan sebagai judul RUU.
Pengendalian tersebut ditekankan pada proses produksi minuman beralkohol hingga peredarannya.
"Dengan demikian juga dari pengendalian yang ditetapkan dalam UU tersebut maka akan dilakukan pengendalian dari sejak dibuat, didistribusikan sampai dengan pemakainya," ucap Nyoman.
Baca juga: Perdebatan RUU Larangan Minuman Beralkohol di Parlemen...
Nyoman mengatakan, umat Hindu tidak lepas dengan minuman beralkohol dalam batas kadar yang ditetapkan.
Ia mencontohkan dalam kegiatan keagamaan, arak dan brem digunakan untuk kegiatan persembahyangan.
Selain itu, ia juga menyoroti minuman beralkohol yang erat dalam kehidupan perekonomian masyarakat di Provinsi Bali.