Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Jika Presiden Diam, Menguat Dugaan Keterlibatan Istana dalam Pembelahan Demokrat

Kompas.com - 09/03/2021, 09:52 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

Foto kompilasi pada Jumat (5/3/2021) memperlihatkan, Moeldoko (kiri atas) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kiri bawah) menyampaikan keterangan terkait KLB Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keterangan terkait KLB Demokrat di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.ANTARA FOTO/ENDI AHMAD-ASPRILLA Foto kompilasi pada Jumat (5/3/2021) memperlihatkan, Moeldoko (kiri atas) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kiri bawah) menyampaikan keterangan terkait KLB Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keterangan terkait KLB Demokrat di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan diamnya Presiden Joko Widodo dalam menyikapi pembelahan Partai Demokrat justru semakin menguatkan dugaan keterlibtaan Istana di dalamnya.

Karena itu, Pangi menilai, Presiden Jokowi hars bersuara dan menyatakan ketidakterlibatannya atas aksi politik yang dilakukan anak buahnya yakni Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

"Dari rangkaian bentangan empiris indikasi tersebut, jika Presiden tidak melakukan langkah apapun, tidak bunyi, menguat, mengonfirmasi keterlibatan Istana adalah sebuah keniscayaan,” kata Pangi saat dihubungi, Rabu (10/3/2021).

Baca juga: Langkah AHY Hadapi Manuver Moeldoko: Serahkan Dokumen hingga Temui Mahfud MD

Selain itu, menurutnya Jokowi juga harus mengevaluasi Moeldoko selaku anak buahnya. Sebabnya, aksi politik Moeldoko secara tak langsung mencoreng wibawa Istana Kepresidenan lantaran statusnya sebagai pejabat di lingkaran Istana.

Karena itu, Pangi mengatakan, Jokowi wajib memecat Moeldoko atas aksi politiknya yang telah membajak Partai Demokrat.

Jika didiamkan, Pangi khawatir aksi pembajakan serupa bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya dan itu akan merusak sistem kepartaian yang menunjuang demokrasi selama ini.

“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan. Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” kata Pangi.

“Pemerintah juga harus menyakinkan tidak ada dualisme kepengurusann dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” lanjut dia.

Baca juga: AHY: Saya Tetap Hormati Moeldoko, tetapi...

Seperti diketahui. Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Demokrat oleh kubu yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sebagian dari mereka yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum juga telah dipecat dari Partai Demokrat.

Adapun mereka menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat lewat Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com