JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Dahlia Umar menilai ada kelebihan dan kekurangan jika pemilihan kepala daerah (Pilkada) diadakan di tahun 2024.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta itu menyebut jika tetap dilaksanakan di tahun 2024, maka keuntungannya adalah kontestasi dan pertentangan politik hanya terjadi satu tahun.
Dahlia melanjutkan, dengan mekanisme tersebut, partai politik tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk kontestasi politik setiap tahun mulai 2022 sampai 2024.
"Sehingga partai politik dan kontestan tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk kontestasi politik," ujarnya dalam diskusi daring yang digelar di YouTube Channel Populi Center, Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Akui Beban Berat jika Pilkada 2024, KPU Usulkan Penyelenggaraan Pemilu Dipisah
Selain itu keuntungan yang lain adalah DPR punya waktu cukup panjang untuk mempersiapkan pengelolaan sistem pemilu.
"DPR punya waktu cukup panjang untuk melakukan pengelolaan serta menerapkan prinsip sistem pemilu. Punya banyak waktu untuk meraih kesepakatan dan mufakat, kalau buru-buru (pembahasan revisi UU Pemilu) jadi transaksional, pasal per pasal dan tidak komprehensif," tutur Dahlia.
Namun demikian, jika pilkada dan pilpres berjalan bersamaan di tahun 2024, kekurangannya adalah beban pada penyelenggara yakni KPU.
Seperti proses rekapitulasi di TPS yang membutuhkan waktu lama, sehingga petugas di KPU bisa sakit bahkan meninggal dunia.
Baca juga: KPU: Sangat Berat apabila Pilkada Serentak Digelar 2024
"Salah satu cara menanggulanginya adalah sederhanakan BAP di TPS. Menurut saya BAP di TPS itu (formatnya) cukup rumit maka proses rekapitulasi cukup sukit sehingga banyak petugas sakit dan meninggal dunia," tuturnya.
Pro dan kontra tentang penyelenggaraan pilkada masih terus terjadi hingga saat ini di DPR.
Sembilan Fraksi di DPR terbelah dengan ketentuan baru dalam draf UU Pemilu tersebut.
Sebagian fraksi ingin tetap menjalankan Pilkada di November 2024, sesuai dengan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016.
Sementara sebagian lainnya mendorong Pilkada dilaksanakan sesuai ketentuan di dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yakni pada 2022 dan 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.