Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP Klaim Transformasi Ekonomi di Papua Periode 2015-2019 Berjalan Baik

Kompas.com - 01/12/2020, 12:49 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengklaim, berbagai indikator menunjukkan kondisi sosial ekonomi di Papua dan Papua Barat membaik pada periode 2015-2019. Ia menyebut, perbaikan terjadi sebagai akibat dari pembangunan yang terus dilakukan pemerintah.

“Bukti transformasi ekonomi berjalan baik di Papua,” kata Edy melalui keterangan tertulis, Selasa (1/12/2020).

Baca juga: MenkopUKM: UMKM Papua Bisa Fokus pada Komoditas Unggul Seperti Sagu dan Rempah

 

Edy menuturkan, selama 2015-2019 angka kemiskinan di Papua turun dari 28,40 persen menjadi 27,53 persen. Sementara, Papua Barat turun dari 25,72 persen menjadi 22,17 persen.

Tak hanya itu, indeks pembangunan manusia Papua diklaim naik dari 57,25 ke 60,84. Kenaikan juga terjadi di Papua Barat dari angka 61,73 menjadi 64,7. Perbaikan ini menurutnya sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Selanjutnya, Edy mengatakan, pembangunan jaringan jalan berdampak pada perbaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal tersebut berdasarkan studi Lembaga Ilmu Pengetahuian Indonesia (LIPI) dan The Asia Foundation pada 2018. 

Edy menilai, perbaikan konektivitas membuat masyarakat bisa menjual barang dagangan ke luar daerah dalam jumlah lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Perbaikan konektivitas juga memperbaiki kehidupan sosial lantaran warga bisa lebih sering untuk saling berkunjung.

“Pembangunan jalan mendorong penurunan biaya dan waktu tempuh,” ujar Edy.

Baca juga: Menko PMK Minta Penyaluran Bansos di Papua Dikawal agar Sampai dan Tepat Sasaran

Kemudian, Edy juga menyinggung soal angka ketimpangan ekonomi di Papua dan Papua Barat. Ia menyebut distribusi pendapatan membaik.

Namun berdasarkan data yang ia paparkan, angka koefisien gini di Papua pada 2015 yakni 0,392. Sementara pada 2019, angka koefisien gini menjadi 0,394. Artinya, ketimpangan ekonomi di Papua pada periode 2015-2019 makin meningkat.

Sedangkan pada periode yang sama, penurunan ketimpangan ekonomi terjadi di Papua Barat. Koefisien gini pada 2015 mencapai 0,428 dan turun menjadi 0,386 pada 2019.

Dengan demikian, berdasarkan data tersebut ketimpangan ekonomi di Papua Barat periode 2015-2019 makin kecil.

Edy mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Papua pada 2019 negatif. Hal ini disebabkan kerena penurunan tajam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor pertambangan, akibat transisi sistem produksi PT Freeport dari tambang terbuka menjadi tambang bawah tanah.

Namun, di luar itu, pertumbuhan ekonomi Papua mencapai 5,03 persen.

“Artinya kita bisa mengatakan bahwa secara umum distribusi pendapatan di wilayah Papua dan Papua Barat membaik,” klaim Edy.

Baca juga: Hutan Adat Papua Habis Diganti Lahan Sawit, AMAN Singgung RUU 10 Tahun Belum Disahkan

Edy menambahkan, pemerintah terus melakukan pembangunan di kawasan Papua, salah satunya meresmikan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Papua Barat pada akhir 2019 silam.

Ia menyebut, KEK Sorong difokuskan di industri pengolahan hasil tambang (nikel) dan hasil hutan/perkebunan.

“Hal itu merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah untuk menyebar pusat pertumbuhan ekonomi agar tidak hanya menumpuk di bagian barat Indonesia saja,” kata Edy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com