JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, tutup usia pada Rabu (9/9/2020), setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Jakob selama ini dikenal sebagai salah seorang tokoh pers Indonesia. Kecintaannya pada profesi jurnalistik bahkan sempat membuatnya bimbang, apakah akan tetap melanjutkannya atau justru mengembangkan diri sebagai seorang guru yang profesional.
Baca juga: Obituari: Kebimbangan Jakob Oetama, antara Jadi Guru atau Wartawan...
Kenyataannya, Jakob lebih memilih menjadi seorang jurnalis yang profesional.
Pada tahun 1965, Jakob dan rekannya, PK Ojong mendirikan harian Kompas, setelah dua tahun sebelumnya mendirikan Intisari.
Setelah dua media itu berdiri, keduanya saling berbagi tugas. Jakob dipercaya mengurusi persoalan editorial, sedangkan Ojong bisnis.
Namun, setelah 15 tahun bersama, Ojong mendadak meninggal dalam tidurnya pada 1980.
Baca juga: Ketua DPR: Jakob Oetama Tokoh Pers Inspiratif, Memiliki Keterkaitan Sejarah dengan Bung Karno
Kondisi itu bukanlah sebuah hal yang mudah bagi Jakob. Sebab, jika selama ini pikirannya dicurahkan kepada hal-hal terkait redaksional, setelah Ojong meningga ia 'dipaksa' untuk mengurus aspek bisnsi.
"Saya harus tahu bisnis. Dengan rendah hati, saya akui pengetahuan saya soal manajemen bisnis, nol! Tapi saya merasa ada modal, bisa ngemong! Kelebihan saya adalah saya tahu diri tidak tahu bisnis," kenang Jakob seperti dilansir dari Visual Interaktif Kompas (VIK) bertajuk 'Jakob Oetama 85th: The Legacy'.
Kerendahan hati itulah yang pada akhirnya mampu mengembangkan Grup Kompas Gramedia sebesar saat ini.
Baca juga: Kenangan Jeremy Thomas Bersama Jakob Oetama: Indonesia Perlu Banyak Orang seperti Beliau
Selain itu, kerendahan itu juga yang membuatnya tidak pernah merasa jemawa atas apa yang dicapainya. Ia tidak pernah merasa kaya di antara di antara orang miskin, juga tidak merasa miskin di antara orang kaya.
Di era Presiden Soeharto, Jakob pernah ditawari jabatan menteri. Namun, tawaran itu ditolaknya.
Ia merasa bahagia menjalani misi hidupnya dengan mengabarkan kemanusiaan dan ke-Indonesiaan yang majemukk melalui tulisan-tulisannya sebagai wartawan.
Ia juga lebih senang dan bangga disebut sebagai wartawan, alih-alih disebut pengusaha.
Satu kalimat yang tidak pernah bosan ia sampaikan ketika diminta untuk menceritakan tentang perjalanan hidupnya yaitu “Bersyukur dan berterima kasih. Semuanya adalah providentia Dei, penyelenggaraan Ilahi.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.