JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai wacana pemerintah untuk mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor tidak mendesak.
"ICW sendiri melihat pembentukan Tim Pemburu Koruptor bukan hal yang urgen saat ini," ujar Kurnia dalam diskusi virtual, Kamis (16/6/2020).
Kritik Kurnia tersebut berkaca pada awal pembentukan Tim Pemburu Koruptor di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004.
Faktanya, kata dia, tim tersebut kemudian dibubarkan pada 2009 karena hasilnya tidak signifikan.
"Praktis dari puluhan buronan yang ditarget saat itu hanya satu saja yang dapat ditangkap yaitu David Nusa Wijaya (mantan Direktur Utama Bank Servitia)," kata Kurnia.
Baca juga: Sebut Tim Pemburu Koruptor Perlu Dipertimbangkan Lagi, Pukat UGM: Ini Birokratisasi Panjang
Selain itu, Kurnia memandang bahwa hal yang sangat mendesak saat ini adalah mengevaluasi kinerja penegak hukum. Baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, maupun kejaksaan.
Evaluasi itu setidaknya perlu dilakukan sebelumnya tiba pada kesimpulan pembentukan Tim Pemburu Koruptor.
Pasalnya, kata dia, sepanjang Januari hingga Juni 2020, potret penegakan hukum di Tanah Air banyak sekali menyita perhatian publik.
"Hal yang disesalkan justru, pandangan publik negatif terhadap penegakan hukum, terutama untuk pencarian buronan," tegas dia.
Baca juga: Tim Pemburu Koruptor Dinilai akan Berpotensi Bergesekan dengan KPK
Diketahui, rencana menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor bermula dari upaya untuk mengejar terpidana kasus Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra yang kini masih buron.
Wacana tersebut digulirkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Adapun Tim Pemburu Koruptor dibentuk di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004. Tugasnya adalah menangkap koruptor, terutama yang kabur ke luar negeri serta menyelamatkan aset negara.
Tim ini beranggotakan sejumlah instansi terkait, seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, serta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.