Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Spesialis Tak Wajib ke Pedalaman, IDI Apresiasi

Kompas.com - 05/11/2019, 17:54 WIB
Dani Prabowo,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis.

Akibat putusan yang terbit tahun lalu itu, Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan peraturan baru yang mengubah klausul wajib menjadi sukarela.

Menurut Wakil Ketua Umum I IDI dr Moch Adib Khumaidi SpOT, klausul wajib bertentangan dengan hasil Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa yang juga dianut Indonesia.

Apalagi, banyak dokter yang mengambil program spesialis di fakultas kedokteran secara mandiri, alias tidak menggunakan dana APBN maupun APBD dalam membiayai pendidikannya.

"Kalau pada saat dia dari pendidikan itu mandiri, tapi lulus kemudian diwajibkan, ini yang jadi problem memang. Satu sisi, sifatnya (pengiriman ke daerah) temporer, satu sisi kata wajib itu sudah melanggar HAM dan konvensi internasional karena kata paksa itu sudah tidak diperbolehkan lagi," ucap Adib kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2019).

Ia menilai, jumlah dokter spesialis yang ada di Indonesia cukup banyak. Hanya yang menjadi persoalan sebarannya yang tidak merata di seluruh wilayah Tanah Air.

Baca juga: Aturan Dokter Spesialis Wajib ke Pedalaman Dibatalkan MA, Ini Perpres Pengganti

Untuk itu, ia mengusulkan, agar pemerintah daerah memetakan jumlah dokter spesialis yang ada di wilayah masing-masing guna mengetahui kebutuhan yang ada.

Setelah itu, pemerintah daerah dapat "berinvestasi" dengan cara membiayai pendidikan dokter spesialis.

Melalui program tersebut, ia menambahkan, pemerintah daerah dapat menentukan program spesialis apa yang akan dibiayai dan membuat kontrak yang mewajibkan setiap dokter yang dibiayai untuk kembali ke daerah asal untuk mengabdi.

"Itu yang kita dorong dari awal, termasuk mendorong putra-putri daerah untuk menjadi dokter spesialis dan kemudian kembali lagi ke daerah masing-masing dan mengabdi ke daerah masing-masing. Jadi konteksnya negara itu hadir pada saat dia dari pendidikan," ujar dia. 

Untuk diketahui, berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia per 31 Desember 2017, jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang teregistrasi sebanyak 38.292 orang.

Bila dihitung sesuai rasio jumlah dokter spesialis dan jumlah penduduk, saat ini rasionya 14,6 dokter per 100.000 penduduk.

Baca juga: Perpres Jokowi Dibatalkan, Dokter Spesialis Tak Wajib ke Pedalaman

Rasio tersebut melebihi target rasio yang ditetapkan sebesar 10,6 per 100.000 penduduk berdasarkan Keputusan Menkokesra Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK) 2011-2015).

Meski begitu, sebaran dokter spesialis belum merata. Beberapa provinsi besar memiliki rasio dokter spesialis yang tinggi, sedangkan di wilayah timur sebarannya sangat rendah.

Ia mencontohkan, di NTT (3,2 per 100.000 penduduk), Sulawesi Barat (3,5 per 100.000 penduduk), dan Maluku Utara (3,9 per 100.000 penduduk).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com