Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Dokter Spesialis Wajib ke Pedalaman Dibatalkan MA, Ini Perpres Pengganti

Kompas.com - 05/11/2019, 16:28 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan, Presiden Joko Widodo menghormati putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis.

Perpres yang dibatalkan itu salah satunya mengatur kewajiban dokter spesialis untuk terjun ke lapangan hingga pedalaman setelah menyelesaikan program spesialisnya.

"Karena kita negara hukum, bukan kekuasaan. Apabila sesuai dengan prosedur hukum, kami hormati. Kami akan mengikuti," kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Fadjroel enggan menjawab saat ditanya bagaimana menghadapi potensi kekurangan dokter di wilayah pedalaman pasca-putusan MA itu.

Baca juga: Perpres Jokowi Dibatalkan, Dokter Spesialis Tak Wajib ke Pedalaman

Namun, Presiden Jokowi sendiri sebelumnya telah menerbitkan aturan baru, yakni Perpres Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis.

Dalam perpres ini, dokter spesialis yang baru lulus pendidikan tak lagi diwajibkan untuk bekerja di wilayah pedalaman, namun bersifat sukarela.

"Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang wajib Kerja Dokter Spesialis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 13), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian bunyi pasal 34 Perpres yang diteken Jokowi pada 14 Mei 2019 lalu ini.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo.

"Mengabulkan permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dari pemohon tersebut," demikian bunyi putusan MA yang dibacakan ketua majelis hakim Supandi, seperti dilansir Kompas.com dari laman Mahkamah Agung, Selasa (5/11/2019).

Permohonan peninjauan kembali itu diajukan oleh Ganis Irawan, dokter spesialis yang tengah menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala secara mandiri.

Ia berpandangan bahwa Perpres Wajib Kerja itu telah mengebiri haknya untuk memilih pekerjaan secara bebas setelah menyelesaikan pendidikan. Sebab, ada kewajiban untuk mengabdi selama setahun di wilayah pedalaman.

"Penentuan waktu kerja minimal setahun tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu adalah bentuk tekanan untuk mau tidak mau wajib menjalankan syarat tersebut tanpa kompromi," demikian permohonan yang diajukan Ganis.

Sementara itu, pemerintah berpandangan, lahirnya perpres bertujuan untuk memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, peningkatan akses, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan spesialistik secara merata.

Dalam putusannya, majelis hakim berpandangan bahwa perpres tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa.

Konvensi itu merupakan bagian dari perlindungan hak asasi pekerja di mana setiap negara anggotanya wajib menghapuskan dan melarang setiap praktik kerja paksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com