Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larang Demo Saat Pelantikan Presiden-Wapres, Polri Contohkan Aksi 30 September

Kompas.com - 16/10/2019, 17:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal mengungkap alasan Polda Metro Jaya melarang aksi demonstrasi di Gedung DPR RI hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Minggu (20/10/2019).

Menurut dia, langkah antisipasi perlu dilakukan agar kejadian seperti aksi demo pada 30 September 2019 lalu tak terulang.

"Apakah itu aspirasi menyampaikan pendapat di muka umum? Perusakan, pelemparan, pembakaran..," ujar Iqbal di Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Baca juga: Polda Metro Larang Demo hingga Pelantikan Presiden-Wapres 20 Oktober

"Saya tidak menunjuk siapa tapi itu jelas bukan mahasiswa tapi perusuh yang mendompleng. Nah itu kami mengantisipasi ini," sambungnya. 

Diketahui pada demo 30 September 2019, mahasiswa menyatakan menolak pengesahan revisi UU KPK dan RKUHP, serta mendorong pemerintah bertanggungjawab atas korban yang berjatuhan pada aksi terdahulu.

Aksi ini berlangsung hingga malam hari dan diwarnai tembakan gas air mata.

Iqbal mengatakan, aksi tersebut tak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tapi juga merusak fasilitas umum. Hal tersebut dianggap pelanggaran hukum.

Baca juga: Antisipasi Demo, Ruas Jalan di Sekitar Istana Merdeka Juga Dialihkan

 

Karena itulah kepolisian menggunakan hak diskresi untuk melarang aksi tersebut.

"Coba kita lihat aksi belakangan ini. PMJ (Polda Metro Jaya) yang tugasnya memelihara kamtibmas demi kepentingan yang lebih besar," kata Iqbal.

Selain itu, momentum pelantikan Joko Widodo dan Maruf Amin akan disorot dunia. Acara tersebut juga akan dihadiri kepala negara sahabat.

"Tunjukkan kita jadi tauladan bagi bangsa lain. Kita dewasa berpolitik," lanjut dia.

Baca juga: Dua Mahasiswa Unkris Mengaku Jadi Korban Penganiayan Polisi Saat Aksi Demo 24 September

 

Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya memutuskan tidak akan menerbitkan perizinan penyampaian aspirasi mulai Selasa (15/10/2019) hingga hari pelantikan.

Adapun rencana Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia dan BEM Nusantara yang ingin berunjuk rasa di tanggal tersebut jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK) belum diterbitkan, dipastikan berlangsung tanpa izin (ilegal).

Baca juga: Sudah Pulang ke Rumah, Begini Kondisi Faisal Amir Mahasiswa Al Azhar Korban Demo Ricuh di DPR

"Kami akan memberlakukan mulai besok sampai 20 Oktober. Kalau ada pihak yang mau memberitahukan terkait unjuk rasa, kami akan memberi diskresi tidak akan memberikan perizinan. Tujuannya agar kondisi tetap kondusif," ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Purnama di Jakarta, Senin (14/10/2019), seperti dikutip Antara.

Hal itu ditegaskan kembali oleh Panglima Kodam Jayakarta Mayor Jenderal TNI Eko Margiyono.

"Kalau ada yang unjuk rasa, itu adalah bahasanya ilegal. Oleh karena itu kami sudah menyiapkan parameter yang sudah disiapkan di sekitaran gedung DPR/MPR ini. Kami sudah buat pengamanan seperti saat menghadapi unjuk rasa beberapa hari lalu. Tidak ada yang spesifik," ujar Eko.

Kompas TV Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya sepakat tidak keluarkan izin unjuk rasa menjelang dan pada saat pelantikan presiden dan wakil presiden Joko Widodo- Ma'ruf Amin. Kesepakatan ini dikeluarkan saat TNI-Polri menggelar rapat koordinasi dengan DPR terkait pengamanan pelantikan presiden dan wakil presiden. TNI-Polri tidak ada mengeluarkan izin unjuk rasa hingga tanggal 20 Oktober 2019. Jika ada pihak yang nekat berdemo TNI-Polri menilai itu hal yang ilegal. #TNI #Polri #PelantikanPresiden
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com