Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah Sebut Banyak yang Tak Paham Konsep Oposisi dalam Sistem Presidensial

Kompas.com - 05/07/2019, 15:42 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai banyak pihak yang tidak memahami konsep oposisi dalam sistem presidensial Indonesia.

Menurut Fahri, ketidakpahaman pada konsep oposisi itu membuat sikap politik partai politik menjadi membingungkan dan terkesan "tarik ulur" tiap awal pemerintahan.

Ia menjelaskan bahwa dalam sistem presidensial tidak ada oposisi, karena yang menjadi oposisi adalah parlemen.

"Jadi semuanya, bagi yang di luar maupun yang di dalam itu enggak punya konsep tentang apa itu oposisi dan apa itu koalisi dalam sistem presidensialisme," kata Fahri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

"Enggak ada yang mengerti tentang ini, makanya bingung. Dalam presidensialisme enggak ada oposisi, karena yang beroposisi dalam presidensialisme adalah parlemen," ujar Fahri Hamzah.

Baca juga: Bela Baiq Nuril, Fahri Hamzah Sebut Pemerintah Sebaiknya Cabut UU ITE

Fahri menjelaskan, cara memilih parlemen di negara dengan sistem parlementer dan negara presidensial berbeda.

Negara dengan sistem parlementer memilih parlemen untuk membentuk pemerintahan yang dibagi menjadi dua kubu, yaitu ruling majority dan minority oposition.

"Dalam sistem presidensialisme rakyat memilihnya dua-duanya. Eksekutifnya dipilih, dicoblos presidennya," ujarnya.

Fahri mengatakan, dalam sistem presidensial rakyat memilih eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan, rakyat memilih legislatif untuk mengontrol dan mengawasi kegiatan pemerintah.

Ia menjelaskan, dalam sistem presidensial pihak oposisi dipegang oleh legislatif sesuai dengan janji mereka saat dipilih oleh rakyat.

"Tapi kalau memilih DPR-nya, legislatifnya, baik pusat maupun daerah rakyat ngomongnya 'saya pilih kamu DPR tolong awasi itu pemerintahan' . Jadi awasi di sini artinya oposisi. Maka di dalam presidensialisme itu tidak ada oposisi. tetapi dalam presidensialisme itu otomatis legislatif itu menjadi oposisi," tuturnya.

Dalam perkembangan politik saat ini, menurut Fahri, banyak pihak yang tidak paham konsep oposisi. Sehingga, mereka yang ingin menjadi koalisi kebingungan meletakkan posisi partainya.

"Menurut saya mereka itu enggak paham, sehingga menjadi oposisi mau jadi bagian koalisi, itu bingung bagaimana meletakkan diri dalam konstelasi sistem presidensial," ujar mantan politisi PKS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com