Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA: Buni Yani Bisa Dieksekusi

Kompas.com - 01/02/2019, 12:58 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, mengakui tak ada perintah penahanan dalam putusan Mahkamah Agung terkait perkara yang menjerat Buni Yani.

Kendati demikian, ia menegaskan, Kejaksaan bisa tetap melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu.

"Memang dipersoalkan tidak ada perintah tahan dalam putusan MA, putusan kasasi. Tapi, putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir," kata Andi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

"Jadi ketika disampaikan ke pihak-pihak dalam hal ini penuntut umum dan terdakwa, sudah mengandung unsur eksekutorial. Sebab, tidak ada lagi upaya hukum, kecuali upaya luar biasa," tambah dia.

Baca juga: Buni Yani Minta Penahanannya Ditunda

Andi sekaligus membantah tudingan pengacara Buni Yani bahwa putusan kasasi MA tidak jelas.

Menurut dia, putusan MA sudah jelas menyatakan menolak kasasi yang diajukan Buni Yani. Artinya, Buni Yani tetap divonis 18 bulan penjara sesuai putusan sebelumnya.

"Apanya yang tidak jelas, itu urusan dia. Tapi kita sudah menyatukan putusan, kemudian dikirim ke pengadilan pengaju, meneruskan ke pihak-pihak, selesai sudah tugas," kata Andi.

Baca juga: Timses Jokowi: Sudahlah Buni Yani, Nggak Usah Cengeng!

Andi menegaskan bahwa putusan kasasi MA terhadap Buni Yani ini sudah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, eksekusi bisa segera dilakukan.

"Inkrah-nya suatu putusan adalah sampai kasasi. Dengan diberitahukan kepada pihak-pihak itu berarti sudah mengandung nilai eksekutorial, artinya sudah bisa dilaksanakan eksekutor dalam hal ini jaksa," tambah dia.

Buni Yani dijadwalkan dieksekusi pada Jumat hari ini. Namun, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menyatakan putusan Mahkamah Agung kabur. Aldwin meminta agar penahanan Buni Yani ditunda. 

Baca juga: Ada Kesalahan dalam Salinan Putusan, Buni Yani Bilang Itu Bukan Dirinya

"Kita mohon ada penundaan eksekusi," ujar Aldwin dalam konferensi pers di Jalan Haji Saabun No 20, Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2019) malam.

Menurut Aldwin, hanya ada dua poin yang disebutkan dalam putusan Mahkamah Agung tersebut, yaitu menolak kasasi jaksa dan kuasa hukum, dan membebankan biaya perkara Rp 2.500 kepada terdakwa.

Tidak disebutkan bahwa putusan kasasi memperkuat putusan pengadilan tinggi sebelumnya.

"Padahal, putusan itu seharusnya harus kongkret dan baru, harus eksplisit, harus jelas putusannya," kata Aldwin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com