Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesadaran Publik Terkait Diskriminasi Ras dan Etnis Dinilai Masih Rendah

Kompas.com - 17/11/2018, 07:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Elfansuri mengungkapkan, kesadaran masyarakat terhadap isu diskriminasi ras dan etnis masih rendah.

Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Komnas HAM bersama Litbang Harian Kompas pada 25 September-3 Oktober 2018. Dari 1.207 responden, 90 persen mengaku belum pernah mengalami diskriminasi ras dan etnis.

Menurut Elfansuri, temuan itu dapat dimaknai dua hal, yaitu diskriminasi ras dan etnis di Indonesia memang jarang terjadi atau pemahaman masyarakat terkait bentuk-bentuk diskriminasi ras dan etnis masih rendah.

Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah menjabarkan bentuk-bentuk diskriminasi tersebut.

"Jika asumsi kedua benar adanya, maka dibutuhkan kerja keras semua pemangku kepentingan untuk memberikan penyadaran bagi masyarakat terkait bentuk-bentuk diskriminasi ras dan etnis," kata Elfansuri di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Di sisi lain, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, survei itu juga menunjukkan 43,8 persen responden tak mengetahui adanya sanksi hukum atas diskriminasi ras dan etnis.

Dari dua temuan itu, Anam melihat pemahaman masyarakat dalam persoalan diskriminasi ras dan etnis memang masih rendah.

Ia mengungkapkan, spektrum diskriminasi ras dan etnis setidaknya mencakup lima hal, yaitu akses pelayanan publik, politik etnisitas, keagamaan, hak kepemilikan tanah dan ketenagakerjaan.

"Seandainya mereka tahu mungkin awareness (kesadaran) terhadap ras dan etnis itu akan tinggi," paparnya.

Survei juga menunjukkan 59,7 persen responden mengaku akan melaporkan tindakan diskriminasi ras dan etnis terhadap pihak lain ke kepolisian. Sebanyak 30,6 persen responden tak tahu atau tak menjawab. Sementara 8,3 persen responden akan melaporkan ke pemerintah setempat.

Padahal, kata Anam, masyarakat juga bisa melaporkannya ke Komnas HAM. Namun, hanya 0,7 persen responden yang akan melaporkan diskriminasi ras dan etnis ke Komnas HAM.

"Ini masih belum dianggap sebagai persoalan HAM yang esensial oleh masyarakat, masih diletakkan sama dengan problem-problem kasus kriminal biasa," kata Anam.

Survei ini menggunakan metode wawancara tatap muka terhadap 1207 responden di 34 provinsi Indonesia Adapun responden berusia 17-65 tahun mewakili beragam latar belakang sosial ekonomi.

Survei ini memiliki margin of error plus minus 2,8 persen. Artinya, persentase dalam survei bisa bertambah atau berkurang sebesar 2,8 persen.

Kompas TV Simak selengkapnya perjuangan dan dedikasi bidan Fina bagi penderita HIV dalam seri dokumenter Orang-Orang Jakarta berikut ini.  
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com