Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghentian Kasus Dugaan "Curi Start" Kampanye Jokowi Dinilai Picu Ketidakpercayaan Publik

Kompas.com - 08/11/2018, 21:53 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut, keputusan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang menghentikan pengusutan kasus dugaan 'curi start' iklan kampanye Joko Widodo-Ma'ruf Amin dapat menjadi preseden buruk terhadap proses kampanye.

Putusan kasus tersebut, menurut Titi, bisa menjadi celah bagi pihak lain untuk berkampanye melalui iklan media massa di luar waktu yang ditentukan.

Pernyataan Kepolisian dan Kejaksaan, yang merupakan bagian dari Gakkumdu, sangat mungkin mendorong peserta pemilu lain berbondong-bondong mengiklankan diri di media massa, sebelum waktunya. 

Baca juga: Tangani Kasus Iklan Kampanye Jokowi-Maruf, Gakkumdu Dinilai Tidak Kompak

Kepolisan dan Kejaksaan menyebut bahwa iklan Jokowi Ma'ruf tak memenuhi unsur pidana lantaran KPU belum menetapkan jadwal kampanye di media massa. 

Padahal, Pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 23 tahun 2018 telah menyebutkan bahwa iklan kampanye di media massa hanya diperbolehkan pada 23 Maret-13 April 2019. Iklan kampanye di luar tanggal tersebut adalah bentuk pelanggaran kampanye.

"Saya kira ini jadi preseden buruk. Ini memicu kampanye yang bisa sangat mungkin menjadi tidak terkendali karena pernyataan (Kepolisian dan Kejaksaan Agung) itu seolah jadi legitimasi untuk peserta pemilu berbondong-bondong kampanye di media cetak dan elektronik," kata Titi saat dihubungi, Kamis (8/11/2018).

Titi juga menyebut, adanya perbedaan pandangan internal Gakkumdu, yaitu antara Kepolisian dan Kejaksaan dengan Bawaslu, menimbulkan kekhawatiran tersendiri terhadap kelanjutan tahapan kampanye.

Seperti diketahui, dalam mengambil keputusan soal dugaan pelanggaran kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin, Kepolisian dan Kejaksaan berpandangan tidak ada unsur pidana pemilu yang terpenuhi lantaran surat ketetapan jadwal kampanye belum dikeluarkan KPU.

Sementara Bawaslu menilai iklan kampanye tersebut merupakan bentuk pelanggaran kampanye karena ditayangkan di luar waktu yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu dan PKPU.

Perbedaan pandangan internal Gakkumdu, kata Titi, bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu.

"Ini mengkhawatirkan, karena ketika ada ketidaksepahaman antara anggota Sentra Gakuumdu menghambat proses penanganan kasus yang ditangani Bawaslu, ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu yang betul-betul bisa menjamin keadilan pemilu," ujar Titi.

Baca juga: Keputusan Gakkumdu Hentikan Kasus Curi Start Kampanye Jokowi Dipertanyakan

Sebelumnya, pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dilaporkan ke Bawaslu lantaran diduga melakukan 'curi start' kampanye dengan beriklan di media massa.

Iklan tersebut dimuat dalam harian Media Indonesia yang terbit Rabu (17/10/2018). Dalam iklan tersebut, tertulis 'Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia', dengan gambar Jokowi dan Ma'ruf disertai angka 01 sebagai nomor urut pasangan calon.

Dalam iklan juga tertera nomor rekening untuk penyaluran donasi dan sebuah nomor ponsel.

Kompas TV Apakah benar pernyataan Prabowo bahwa ekonomi Indonesia adalah ekonomi kebodohan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com