Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Berharap Hasil Sita dan Denda Bisa Dipakai untuk Biaya Perkara

Kompas.com - 08/03/2018, 13:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, menyelamatkan uang negara dalam perkara korupsi, semestinya ada manfaatnya juga bagi penegak hukum.

Menurut dia, ada baiknya jika biaya denda atau aset yang disita dari tersangka, dikembalikan ke negara untuk dijadikan anggaran penanganan perkara.

"Denda dan aset kami kembalikan ke Kemenkeu, tapi diapakan uang itu, kami tidak tahu peruntukannya. Tapi kalau misalnya sebagian dikembalikan untuk biaya investigasi perkara, itu jelas," ujar Syarif di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Kamis (8/3/2018).

Syarif mencontohkan penanganan kasus pembelian pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di Inggris menerapkan sistem tersebut. Jadi, kerugian negara triliunan rupiah akibat peristiwa pidana itu digunakan untuk biaya investigasi.

"Sayangnya kita di Indonesia tidak bisa kita lakukan itu," kata Syarif.

Baca juga : Kabareskrim: Anggaran Penyidikan Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Kerugian Negara

Syarif mengatakan, hal itu perlu diusulkan dalam pembahasan RUU KUHAP. Sebab, ia melihat adanya ketimpangan kesejahteraan aparat penegak hukum yang bekerja di Polri dan KPK. Dalam berbagai kesempatan, Laode menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meningkatkan remunerasi Polri ke angka yang mencukupi.

"Saya ngomong, itu dari dulu pesan reformasi loh pak. Yang perlu ditingkatkan remunerasi lebih dulu adalah hakim, jaksa, polisi. Hakim sudah, jaksa belum, polisi belum," kata Syarif.

Namun, kata Syarif, Kementerian Keuangan malah lebih dulu menaikkan remunerasi pegawai KPK.

"Sampai bu Basaria selalu bilang, kami tuh kayak polisi saja. Tiap ketemu presiden minta gaji polisi," lanjut dia.

Syarif mengatakan, jangan harap profesionalisme meningkat jika kebutuhan penegak hukumnya tidak tercukupi. Pertimbangan Kemenkeu, kata dia, karena akan menjadi beban pada dana pensiun. Sebab, dana pensiun diukur dari gaji pokoknya.

"Kalau seandainya remunerasi PK dan Polri masih jomplang seperti ini, tidak masuk akal menurut saya. Sama-sama pangkat kapten, KPK dan polri, take home paynya beda," kata Syarif.

Kompas TV KPK menjadi sorotan setelah Ketua KPK menyebut akan ada lebih dari satu orang calon kepala daerah yang menjadi tersangka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com