JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, menyelamatkan uang negara dalam perkara korupsi, semestinya ada manfaatnya juga bagi penegak hukum.
Menurut dia, ada baiknya jika biaya denda atau aset yang disita dari tersangka, dikembalikan ke negara untuk dijadikan anggaran penanganan perkara.
"Denda dan aset kami kembalikan ke Kemenkeu, tapi diapakan uang itu, kami tidak tahu peruntukannya. Tapi kalau misalnya sebagian dikembalikan untuk biaya investigasi perkara, itu jelas," ujar Syarif di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Kamis (8/3/2018).
Syarif mencontohkan penanganan kasus pembelian pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di Inggris menerapkan sistem tersebut. Jadi, kerugian negara triliunan rupiah akibat peristiwa pidana itu digunakan untuk biaya investigasi.
"Sayangnya kita di Indonesia tidak bisa kita lakukan itu," kata Syarif.
Baca juga : Kabareskrim: Anggaran Penyidikan Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Kerugian Negara
Syarif mengatakan, hal itu perlu diusulkan dalam pembahasan RUU KUHAP. Sebab, ia melihat adanya ketimpangan kesejahteraan aparat penegak hukum yang bekerja di Polri dan KPK. Dalam berbagai kesempatan, Laode menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meningkatkan remunerasi Polri ke angka yang mencukupi.
"Saya ngomong, itu dari dulu pesan reformasi loh pak. Yang perlu ditingkatkan remunerasi lebih dulu adalah hakim, jaksa, polisi. Hakim sudah, jaksa belum, polisi belum," kata Syarif.
Namun, kata Syarif, Kementerian Keuangan malah lebih dulu menaikkan remunerasi pegawai KPK.
"Sampai bu Basaria selalu bilang, kami tuh kayak polisi saja. Tiap ketemu presiden minta gaji polisi," lanjut dia.
Syarif mengatakan, jangan harap profesionalisme meningkat jika kebutuhan penegak hukumnya tidak tercukupi. Pertimbangan Kemenkeu, kata dia, karena akan menjadi beban pada dana pensiun. Sebab, dana pensiun diukur dari gaji pokoknya.
"Kalau seandainya remunerasi PK dan Polri masih jomplang seperti ini, tidak masuk akal menurut saya. Sama-sama pangkat kapten, KPK dan polri, take home paynya beda," kata Syarif.