Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Putusan Praperadilan Novanto Dampak Hukum Acara yang Abu-abu

Kompas.com - 30/09/2017, 09:58 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat sejumlah hal terkait putusan sidang gugatan praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto. Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono membeberkan sejumlah catatannya itu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/9/2017).

Pertama, kata Supriadi, putusan praperadilan tidak menggugurkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kembali menetapkan Novanto menjadi tersangka. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

"Sepanjang KPK yakin dan memiliki dua alat bukti sebagaimana diatur dalam PERMA tersebut maka SN (Setya Novanto) masih bisa ditetapkan menjadi tersangka," kata Supriyadi.

Kedua, pihaknya menyoroti alasan hakim tunggal Cepi Iskandar yang menyatakan ada kesalahan prosedur karena penetapan Novanto sebagai tersangka dilakukan di awal penyidikan. Memang idealnya penyidikan dilakukan untuk membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan tersangka. Akan tetapi seharusnya sah tidaknya penetapan tersangka hanya dinilai berdasarkan “aspek formal” melalui paling sedikit dua alat bukti yang sah.

Baca juga: Kronologi Novanto Tersangka hingga Status Tersangkanya Dibatalkan

"Secara normatif, maka praperadilan tidak lagi relevan menilai konteks apakah penetapan tersangka ditempatkan di awal atau di akhir penyidikan," kata dia.

Aspek formal itu adalah aspek perolehan dan validitas alat bukti, bukan menyangkut penilaian hakim terhadap bukti tersebut.

"Maka harusnya hakim berfokus menilai, apakah perolehan alat bukti yang diajukan KPK untuk menetapkan SN sebagai tersangka sah atau tidak," kata Supriyadi.

"Ini bukan soal penilaian atas alat bukti tersebut. Tapi merupakan domain dan kewenangan dari pemeriksaan pokok perkara di ruang sidang," tambahnya.

Ketiga, hakim menyebutkan bahwa bukti yang diajukan KPK tidak boleh bukti yang sudah digunakan dalam kasus lain. Pertimbangan tersebut dianggap Supriyadi cukup aneh, sebab hukum pidana mengenal beberapa ketentuan dan teori yang secara langsung membuka peluang sebuah alat bukti digunakan pada lebih dari satu tersangka atau terdakwa.

"Dalam kasus korupsi yang sifatnya terorganisir, maka terbuka peluang kemungkinan besar adanya penyertaan. Menjadi mengherankan apabila alat bukti yang sama tidak dapat digunakan dalam kasus dengan terdakwa lain," kata dia.

Supriyadi mengatakan, catatan ICJR tersebut tidak lepas dari belum adanya aturan yang komprehensif soal praperadilan, meski PERMA Nomor 4 tahun 2016 sudah hadir.

"Temuan itu belum mampu menutup celah yang masih banyak muncul," kata Supriyadi.

Apalagi, ada problem jangka waktu, dan problem hukum acara dalam praperadilan yang tidak jelas dan abu-abu antara perdata dan pidana. Hal itu melahirkan situasi ketidakpastian hukum, dan banyak persoalan lain.

"Atas dasar itu, ICJR mendorong agar Pemerintah segera mengambil langkah-langkah cepat dan responsif, dengan cara menerbitkan aturan transisi berupa PP untuk mengatur Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif," kata dia.

Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya Jumat kemarin, ia menyatakan bahwa penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017. Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK.

Ketua Umum Partai Golkar itu diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus E-KTP. Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek E-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Nasional
Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Nasional
Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Nasional
Bawaslu Minta Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Tertib Cuti

Bawaslu Minta Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Tertib Cuti

Nasional
Soroti Politik Uang di Pilkada, Bawaslu: saat Patroli Tiarap, Begitu Ditinggal Marak Lagi

Soroti Politik Uang di Pilkada, Bawaslu: saat Patroli Tiarap, Begitu Ditinggal Marak Lagi

Nasional
Polri Anggap Kasus Penguntitan Jampidsus Sudah Selesai

Polri Anggap Kasus Penguntitan Jampidsus Sudah Selesai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kaesang Bisa Maju Usai MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur | Panglima TNI Diminta Tarik Pasukan dari Kejagung

[POPULER NASIONAL] Kaesang Bisa Maju Usai MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur | Panglima TNI Diminta Tarik Pasukan dari Kejagung

Nasional
Tanggal 3 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Nasional
Saksi Sebut Ada Penebalan Jalan di Tol MBZ Saat Akan Uji Beban

Saksi Sebut Ada Penebalan Jalan di Tol MBZ Saat Akan Uji Beban

Nasional
2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Terancam Penjara 6 Bulan dan Dilarang Masuk Arab Saudi 1 Dekade

2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Terancam Penjara 6 Bulan dan Dilarang Masuk Arab Saudi 1 Dekade

Nasional
2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Akan Diproses Hukum di Arab Saudi

2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Akan Diproses Hukum di Arab Saudi

Nasional
Kolaborasi Kemenaker dan BKKBN Dorong Penyediaan Fasilitas KB di Lingkungan Kerja

Kolaborasi Kemenaker dan BKKBN Dorong Penyediaan Fasilitas KB di Lingkungan Kerja

Nasional
Gerindra Kantongi Nama untuk Pilkada Jakarta, Sudah Disepakati Koalisi Indonesia Maju

Gerindra Kantongi Nama untuk Pilkada Jakarta, Sudah Disepakati Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Budi Djiwandono Nyatakan Tak Maju Pilkada Jakarta, Ditugaskan Prabowo Tetap di DPR

Budi Djiwandono Nyatakan Tak Maju Pilkada Jakarta, Ditugaskan Prabowo Tetap di DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com