Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penembakan di Deiyai, Amnesty Minta Investigasi Penggunaan Senjata Api

Kompas.com - 08/08/2017, 18:21 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia Usman Hamid mendesak kepolisian segera melakukan investigasi atas dugaan penggunaan kekuatan yang mematikan dan senjata api dalam kasus penembakan warga di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua pekan lalu, Selasa (1/8/2017).

Peristiwa tersebut menyebabkan salah satu warga korban penembakan, Yulius Pigai meninggal dunia.

Menurut Usman, investigasi tersebut bertujuan untuk membuktikan apakah penggunaan senjata api sudah sesuai dengan prosedur dan jenis peluru yang digunakan oleh aparat kepolisian.

"Temuan investigasi itu harus dipublikasikan dan mereka yang diduga bertanggung jawab secara komando atas pelanggaran pidana harus dibawa ke pengadilan," kata Usman di kantor Amnesty International Indonesia, Menteng, Jakarta, Selasa (8/8/2017).

"Hingga saat ini juga belum ada upaya otopsi untuk mengetahui secara jelas penyebab kematian," ujar dia. 

Usman menjelaskan, dalam kondisi yang berbahaya dan kompleks di lapangan, polisi diizinkan menggunakan senjata api. Namun, penggunaan kekuatan harus sesuai dengan hukum, standar internasional dan tujuan penegakan hukum yang sah.

Aparat hukum, lanjut Usman, tidak boleh menggunakan senjata api kecuali sebagai upaya membela diri yang bisa menyebabkan cedera serius dan kematian.

Penggunaan kekuatan oleh aparat telah diatur oleh Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Selain itu, penggunaan kekuatan juga harus menjadi bagian dari perlindungan hak asasi manusia (HAM) sesuai Kode Perilaku Aparat Penegak Hukum PBB tahun 1979 dan Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum PBB tahun 1990.

"Dugaan penggunaan kekuatan yang semena-mena oleh aparat kepolisian atau aparat keamanan lain saat menjalankan tugas harus diinvestigasi secara menyeluruh melalui mekanisme yang independen dan imparsial," kata Usman.

Pada kesempatan yang sama, staf Divisi Pembela HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri mengatakan, pengunaan senjata api seharusnya menjadi upaya terakhir aparat dalam situasi tertentu.

Selain itu, sifat penggunaan senjata api juga tidak boleh bermaksud untuk mematikan, melainkan hanya melumpuhkan.

"Senjata api merupakan upaya terakhir dan sifatnya juga melumpuhkan bukan mematikan," kata Arif.

(Baca juga: Massa Serang Kamp Proyek Jembatan di Tigi Papua, 4 Warga Ditembak Polisi)

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Kamal mengatakan, insiden penembakan itu berawal dari aksi anarkistis yang dilakukan masyarakat terhadap karyawan serta merusak peralatan yang digunakan sebuah perusahaan yang sedang membangun jembatan.

Anggota Brimob disebutkan mengeluarkan tembakan untuk menghalau masyarakat yang menyerang dengan menggunakan panah dan batu.

Sebelum melakukan penyerangan, ada warga yang datang meminta tolong untuk mengantar warga yang sakit namun ditolak sehingga saat setibanya di rumah sakit yang bersangkutan meninggal.

"Akibatnya warga mengamuk dan menyerang karyawan serta merusak peralatan di kamp," kata Kamal.

(Baca juga: Penembakan di Tigi Papua Tewaskan Warga, 7 Orang Diperiksa)

Kompas TV Gubernur Papua, Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik penegakan hukum terpadu, Gakkumdu Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Budi Djiwandono-Kaesang di Pilkada Jakarta, Dasco: Cek Ombak

Budi Djiwandono-Kaesang di Pilkada Jakarta, Dasco: Cek Ombak

Nasional
Laporan BPK 2021, Ada Masalah Data 247 Ribu Peserta Tapera Belum Mutakhir

Laporan BPK 2021, Ada Masalah Data 247 Ribu Peserta Tapera Belum Mutakhir

Nasional
Gugus Tugas Sinkronisasi Tidak Cerminkan Komposisi Kabinet Prabowo-Gibran

Gugus Tugas Sinkronisasi Tidak Cerminkan Komposisi Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Gerindra Akan Duetkan Kader dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta

Nasional
Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Bersinergi dengan IJN Malaysia, Holding RS BUMN Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

Nasional
Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Datang ke Papua, Wapres: Saya Ingin Pastikan Pembangunan Berjalan dengan Baik

Nasional
Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Tak Mau Asal Terima Tawaran Kelola Tambang, Muhammadiyah: Kami Ukur Kemampuan Dulu...

Nasional
Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Fraksi PDI-P Janji Bakal Kritis Sikapi Revisi UU Polri

Nasional
Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Muhammadiyah Tak Mau Tergesa-gesa Sikapi Izin Kelola Tambang untuk Ormas

Nasional
Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Jokowi Resmikan Persemaian Mentawir di Kalimantan Timur

Nasional
DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

DPR Setujui Calvin Verdonk dan Jens Raven Berstatus WNI

Nasional
Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Dinilai Kurang Inklusif ketimbang Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Buka Rapat Paripurna, Puan: 119 Anggota DPR Hadir, 172 Izin

Nasional
Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Hari Ini, Polri Ekstradisi Buronan Paling Dicari di Thailand Chaowalit Thongduan

Nasional
Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Jokowi Ungkap Biaya Pembangunan Kereta Cepat Lebih Murah Dibanding MRT

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com