Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pejabat Ditjen Pajak Merasa seperti Dituntut Seumur Hidup

Kompas.com - 10/07/2017, 12:01 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/7/2017).

Dalam pleidoi, Handang mengatakan, tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu berat dan tidak adil baginya.

"Dari perspektif sosial budaya, rata-rata orang Indonesia masa hidupnya hingga usia 65-70 tahun. Saat ini saya 50 tahun. Maka, tuntutan itu setara dengan hukuman seumur hidup," ujar Handang saat membacakan pleidoi.

Sebelumnya, Handang dituntut pidana penjara selama 15 tahun oleh jaksa KPK. Handang juga dituntut membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menurut Handang, beratnya tuntutan jaksa tersebut sangat mengagetkan dan tidak terbayangkan sebelumnya.

(baca: Ini Alasan Jaksa KPK Tuntut Pejabat Pajak 15 Tahun Penjara)

Tuntutan 15 tahun, menurut Handang, hampir sama dengan setengah masa kerja dia di Direktorat Jenderal Pajak.

"Hidup saya jadi berantakan dan tidak jelas mau ke arah mana," kata Handang.

Handang merasa tuntutan tersebut tidak tepat dibebankan kepadanya. Apalagi, Handang hanya sebagai pegawai negeri sipil Golongan IV A, dan bukan direktur.

(baca: Jaksa KPK Yakin Ada Peran Dirjen Pajak dan Adik Ipar Jokowi)

Selain itu, menurut Handang, uang yang ia terima berasal dari swasta, bukan dari dana hibah pemerintah atau dana untuk kebutuhan bencana alam.

Dengan demikian, Handang merasa perbuatan yang ia lakukan tidak merugikan keuangan negara.

Menurut jaksa, Handang Soekarno terbukti menerima suap sebesar 148.500 dollar AS atau senilai Rp 1,9 miliar.

Suap tersebut diterima Handang dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, R Rajamohanan Nair.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak, membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP.

Uang yang diberikan kepada Handang baru sebagian, dari yang dijanjikan oleh Mohan sebesar Rp 6 miliar.

Menurut jaksa, perbuatan Handang tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat untuk memberantas korupsi pada bidang pajak.

Selain itu, perbuatan Handang dinilai dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat tentang upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dari pajak, khususnya soal tax amnesty.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com