JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Nur Kholis menyebut, konsep rekonsiliasi sebagai solusi penyelesaian kasus HAM masa lalu yang diwacanakan pemerintah, terlalu dipaksakan.
"Pemerintah memaksakan konsepnya (rekonsiliasi)," ujar Nur Kholis dalam acara diskusi di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2017).
"Enggak bisa pemerintah bilang, 'marilah kita lupakan masa lalu dan melangkah ke depan'. Di sisi lain mungkin benar. Tapi di sisi korban dan keluarga tidak bisa begitu," lanjut dia.
(baca: Rekonsiliasi dan Janji Politik Jokowi yang Diingkari...)
Demi azas keadilan, keluarga korban perlu mengetahui bagaimana anggota keluarganya meninggal dunia.
Keluarga juga ingin mengetahui siapa aparatur negara yang melakukan tindakan pembunuhan terhadap anggota keluarganya. Artinya, rekonsiliasi itu harus didahului dengan pengungkapan kebenaran.
Nur Kholis mengatakan, pengungkapan kebenaran terhadap sebuah pelanggaran HAM masa lalu penting untuk dua hal.
(baca: Jokowi Tak Masalah Kasus HAM Diselesaikan lewat Rekonsiliasi)
Selain dapat memberikan keadilan sejati bagi keluarga korban, hal itu juga menjadi pembelajaran bagi penguasa pada masa mendatang.
"Artinya kalau Anda berkuasa, kalau Anda salah, masa depan itu akan mengungkapnya. Ini pembelajaran bagi sebuah negara, bagi penguasa yang mau berbuat jahat," ujar Nur Kholis.
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bercita-cita menyelesaikan sejumlah perkara HAM masa lalu.
Pada Januari 2017, Pemerintah memutuskan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (kasus TSS) melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat saat itu mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini.
"Pilihan politik pemerintah saat ini kan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Pemerintah maunya kan seperti itu. Untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ya menempuh jalur non-yudisial," ujar Imdadun, seusai rapat koordinasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Imdadun mengaku sulit untuk memaksakan penyelesaian kasus TSS melalui jalur pengadilan HAM ad hoc.