Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Sarankan 'Masa Pertobatan' Terpidana Mati Kurang dari 10 Tahun

Kompas.com - 09/04/2017, 17:52 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Imparsial Evitarossi Budiawan menyoroti revisi UU KUHP di mana hukuman mati akan menjadi hukuman alternatif.

Salah satu yang menjadi fokus perhatian, yakni soal masa waktu seorang terpidana mati dapat dialihkan hukumannya jadi penjara seumur hidup atau penjara dengan masa waktu yang lebih pendek, jika menunjukan pertobatan.

Dalam proses revisi itu, pemerintah mengusulkan waktu 10 tahun untuk menilai seorang terpidana mati 'bertobat' atau tidak agar layak diubah hukumannya.

"10 tahun itu masih terlalu lama. Jadi kami menyarankan agar kurang dari 10 tahun," ujar Evita dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (9/4/2017)

Baca: Imparsial Nilai Hukuman Mati Tak Hentikan Peredaran Narkoba dari Lapas

Menurut Imparsial, masa 10 tahun menyebabkan ketidakpastian hukum bagi sang terpidana mati. Mereka menjadi ragu apakah pertobatan yang ditunjukan benar-benar sesuai dengan syarat pengalihan sanksi hukuman mati atau tidak.

"Kriteria-kriteria seorang terpidana mati dialihkan ke hukuman di bawah itu tidak jelas hingga saat ini," ujar Evita.

Peneliti Imparsial lainnya Ardi Manto Adiputra menambahkan, masa 10 tahun sebagai terpidana mati membuat dia tidak produktif.

"Sebab, namanya terpidana mati, ada hak-hak di penjara yang dibatasi. Berbeda dengan narapidana lainnya. Akibatnya masa 10 tahun itu dijalani dengan tidak produktif," ujar dia.

Baca: Menkumham Yakin Aturan Baru soal Hukuman Mati Akan Bebas Penyelewengan

Ardi mengatakan, tim perumus revisi UU KUHP sebelum yang sekarang pernah mengusulkan masa penilaian itu hanya lima tahun. Ia mempertanyakan mengapa sekarang diubah menjadi 10 tahun.

"Apalagi jika berkaca pada negara lain, China misalnya. Itu tiga tahun saja cukup untuk menilai seorang terpidana mati layak diubah hukumannya atau tidak," ujar Ardi.

Kompas TV 5 Penyelundup Narkoba Ini Diancam Hukuman Mati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com