BANDUNG, KOMPAS - Sistem multikampus akan terus dikembangkan guna mewujudkan pemerataan pendidikan tinggi yang merupakan nilai etika pencerdasan bangsa. Semangat ini mendasari Institut Teknologi Bandung untuk terus mendirikan kampus di sejumlah daerah sesuai karakteristiknya.
Setelah membuka kampus di Cirebon, Jawa Barat, Institut Teknologi Bandung (ITB) berencana mendirikan kampus di Walini, Kabupaten Bandung Barat, dalam 5-10 tahun mendatang.
Hal itu dikemukakan Rektor ITB Kadarsah Suryadi dalam Dies Natalis ke-58 ITB di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (2/3). Kegiatan itu juga dihadiri para anggota Majelis Wali Amanat dan Senat Akademik ITB.
Sistem itu akan disesuaikan dengan karakteristik daerah. Di Cirebon, misalnya, ITB membuka program studi (prodi) yang sejalan dengan potensi di daerah itu, seperti Teknik Industri, Kriya, serta Perencanaan Wilayah dan Kota.
Kegiatan belajar-mengajar di kampus Cirebon sudah dibuka tahun ini dengan menumpang di gedung milik Pemerintah Kabupaten Cirebon. Infrastruktur bangunan mandiri mulai dibuat tahun ini dan ditargetkan rampung tahun 2019.
Kadarsah menjelaskan, pembukaan Prodi Kriya bertujuan mendukung industri batik di Cirebon. Sementara pembangunan infrastruktur Cirebon dan sekitarnya yang terhubung dengan kawasan industri, tol, pelabuhan, dan Bandara Internasional Jabar di Kertajati, Majalengka, membuat Cirebon butuh perencanaan industri serta wilayah dan tata kota yang baik.
"Pada tahap awal, baru tiga prodi di Cirebon. Setelah empat tahun berjalan, akan terus ditambah prodi lain yang dapat memaksimalkan potensi Cirebon. Beberapa prodi yang selanjutnya akan diproyeksikan dibuka di Cirebon terkait pariwisata dan kelautan," ucapnya.
Sementara itu, di Walini, ITB akan membangun kampus yang berfungsi sebagai technopark. Lokasi itu juga akan digunakan untuk mendukung kegiatan perkuliahan Kampus ITB di Bandung.
"Tuntutan menghasilkan sumber daya manusia di bidang teknik terus meningkat. Untuk itu, aksesnya juga diperluas. Salah satunya melalui pembangunan infrastruktur," katanya.
Menurut Kadarsah, sistem multikampus sudah diterapkan sejumlah perguruan tinggi di dunia. Sistem itu juga ditujukan untuk meningkatkan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.
"Contohnya, Universitas California (Amerika Serikat) yang ada di Los Angeles. Jadi, ITB juga tidak harus hanya ada di Bandung, tetapi juga di daerah lain, seperti Jatinangor, Cirebon, dan Walini," ujarnya.
Kadarsah juga mendorong dosen dan mahasiswa ITB bekerja sama dengan dunia industri dalam beragam penelitian. Hal itu dibutuhkan agar hasil penelitian dapat diproduksi dan digunakan untuk kepentingan publik. "Kerja sama itu mutlak diperlukan untuk mendukung ITB jadi entrepreneurial university," katanya.
Jamin kesetaraan
Ketua Senat Akademik ITB Indratmo Soekarno mengatakan, penerapan sistem multikampus perlu diikuti dengan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sistem itu harus pula menjamin kesetaraan mutu pendidikan di setiap kampus.
Terkait hal itu, Indratmo mendorong dosen ITB meningkatkan karya melalui penelitian-penelitian yang kompeten. "Perlu juga memperbanyak penerbitan buku untuk menyebarkan ilmu pengetahuan berdasarkan riset, inovasi, ataupun pengalaman penerapan ilmunya," ujarnya.
Terkait dengan mutu perguruan tinggi, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur, menargetkan memublikasikan 440 jurnal yang terindeks Scopus pada 2017. Hal itu jadi salah satu langkah agar Unair bisa tembus peringkat 500 besar perguruan tinggi terbaik dunia pada 2019.
Berdasarkan laman QS Top Universities, Unair menempati peringkat ke-701 perguruan tinggi terbaik dunia. Ketua Pusat Pengembangan Jurnal dan Publikasi Ilmiah Unair Prihartini Widiyanti, Kamis, mengatakan, publikasi jurnal berskala internasional harus diperbanyak karena merupakan salah satu parameter krusial yang bisa mendorong peringkat suatu perguruan tinggi meningkat.
"Dari 15 fakultas yang ada di Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran yang paling banyak didorong memublikasikan jurnal internasional. Targetnya sebanyak 162 jurnal," ujar Prihartini. Pada tahun 2016, Fakultas Kedokteran Unair hanya menerbitkan 64 jurnal internasional yang terindeks Scopus.
(TAM/ADY/SYA)
---Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2017, di halaman 11 dengan judul "Sistem Multikampus Didorong".