Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Masyarakat Masih Harus Bayar Mahal untuk Dapatkan Air Bersih"

Kompas.com - 05/02/2017, 17:53 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) yang akan menggantikan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Sebelumnya UU tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013. Saat ini, RUU SDA diketahui masuk ke dalam prolegnas prioritas 2017.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil pun mendesak pemerintah dan DPR memperhatikan beberapa hal terkait pengelolaan air yang berpihak pada hak sosial masyarakat dalam pembahasan RUU SDA.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha) Muhammad Reza mengatakan, praktik pengelolaan sumber daya air saat ini masih mementingkan aspek ekonomi dan ekploitasi tanpa memperhatikan aspek sosial bagi masyarakat.

"Kita tidak bisa menyangkal kenyataan masyarakat harus bayar mahal untuk dapatkan air bersih. Tentu saja air dipandang sebagai barang ekonomi. Dengan pandangan seperti itu kepemilikan hak kelola air oleh swasta dibenarkan," ujar Reza dalam diskusi terkait RUU SDA di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (5/2/2017).

Melihat praktik komersialisasi yang mengkhawatirkan, Reza meminta pembahasan RUU SDA oleh pemerintah dan DPR dilakukan secara terbuka untuk menhindari terjadinya legalisasi praktik eksploitasi air lewat undang-undang.

Dia juga mendesak pertimbangan MK dijadikan sebagai landasan dalam membahas RUU SDA.

MK menekankan bahwa fungsi pengelolaan air oleh negara dilakukan pemerintah harus memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Dalam putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 tercantum bahwa air adalah hak publik yang dimiliki oleh masyarkat. Dengan demikian negara harus memegang hak penguasaan atas air secara penuh.

Selain itu konsep hak guna air untuk kepentingan ekonomi harus sejalan dengan res commune (hak publik) dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

"Biaya operasional dan biaya modal pengelolaan air tidak boleh dibebankan ke masyarakat sebagai pengguna. Pemerintah harus paham soal tafsiran putusan MK terkait pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 bahwa pengelolaan air tidak boleh berlandaskan pada komersialisasi," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, peneliti lingkungan hidup dari Center for Research on Environment, Appropriate Technology dan Advocacy (CREATA) Wahyu Perdana mengatakan, ada dua pendekatan yang harus diterapkan dalam pembahasan RUU SDA.

Pertama, sumber daya air harus dipandang sebagai bagian dari hak asasi manusia. Wahyu mengkritisi penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan PP Nomor 122 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang tidak meletakkan air sebagai hak.

Kedua, soal partisipasi publik dalan pembahasan RUU SDA. Wahyu menuturkan partisipasi publik penting untuk memastikan peraturan perundang-undangan berpihak pada kepentingan publik.

"Dua pendekatan itu yang harus menjadi perhatian masyarakat dan DPR dalam pembasan RUU SDA," ujar Wahyu.

Kompas TV Kondisi Air di Cilincing Tak Layak Konsumsi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com