JAKARTA KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat berharap bisa bertemu Presiden Joko Widodo untuk berdiskusi dan meminta saran untuk pembenahan MK.
Hal itu diungkapkan Arief menanggapi tuntasnya rangkaian pemeriksaan saksi-saksi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait kasus dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
"Semoga Presiden sediakan waktu langsung agar saya bisa diskusi dan minta saran Presiden. Itu saya harapkan sekali," ujar Arief di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017).
MKMK rencananya membacakan hasil penelusuran dugaan pelanggaran Patrialis pada Senin (6/2/2017).
Dari penelusuran, MKMK memiliki rekomendasi terkait kelanjutan jabatan Patrialis sebagai hakim MK. Rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada MK. Dan MK meneruskan rekomendasi tersebut kepada Presiden Joko Widodo.
Jika dalam rekomendasi itu disebutkan bahwa ditemukan pelanggaran etik berat, Patrialis akan diberi sanksi pemecatan secara tidak hormat. Presiden lah yang berwenang memutuskan.
(Baca: Pekan Depan, MKMK Bacakan Putusan Sidang Etik Patrialis)
Arief berharap presiden menerima langsung surat rekomendasi dari MKMK yang akan diserahkannya.
"Bisa juga saya ke sana (Istana Kepresidenan), yang penting kalau belum bisa diterima langsung oleh Presiden maka bisa melalui mensesneg, atau melalui siapa surat itu diserahkan. Tapi kalau Presiden mau menerima, berarti saya langsung menyerahkan," kata Arief.
Arief juga berterima kasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi karena mengizinkan MKMK memeriksa Patrialis dan Kamaluddin di gedung KPK, kemarin.
Sehingga, penelusuran MKMK lebih cepat dalam memberikan keputusan.
"Saya terima kasih KPK sudah buka akses MKMK untuk memeriksa dari aspek etik, pelanggaran etik," ujarnya.
(Baca: Ketua KY: Diperlukan Lembaga Pengawas untuk Jaga Integritas Hakim MK)
Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Sebelum dilakukan penangkapan, Patrialis diduga menyerahkan draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang diduga sebagai perantara suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.