JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Infokom Masduki Baidlowi mengatakan proses pembahasan pendapat dan sikap keagamaan MUI soal dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
"Asumsi yang menggambarkan bahwa MUI Pusat menetapkan sikap dan pandangan keagamaan secara mendadak, tiba-tiba atau tergesa-gesa sangat tidak beralasan," kata Masduki lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Dia mengatakan proses pembahasan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI telah dimulai sejak awal Oktober 2016, sebelum MUI DKI mengeluarkan surat teguran.
Sifat tidak tergesa-gesa, kata dia, juga berlaku untuk Surat Teguran MUI DKI untuk Ahok pada 9 Oktober 2016 dan mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI Pusat pada 11 Oktober 2016.
(Baca: SBY: Silakan Tanya MUI Apa Sikap Keagamaan Lahir di Bawah Tekanan SBY)
Surat teguran serta pendapat dan sikap keagamaan tersebut, kata dia, tidak bertentangan tapi saling mendukung.
Rapat dalam penetapan sikap dan pandangan Majelis Ulama Indonesia disebutnya juga sudah kuorum, sesuai peraturan.
Masduki menggungkapkan pada rapat Komisi Fatwa yang membahas kasus Ahok itu, hadir Ketua MUI yang membidangi fatwa, ketua dan wakil-wakil ketua Komisi Fatwa, sekretaris dan wakil-wakil sekretaris Komisi Fatwa dan puluhan anggota Komisi Fatwa.
(Baca: Kata Ahok, Telepon antara SBY-Ketua MUI Diketahui dari Media)
Bahkan, lanjut dia, hadir dalam rapat tersebut lima guru besar dari berbagai bidang yaitu fikih, ushul fikih, hukum, dan tafsir.
Hadir pula akademisi dari berbagai kampus seperti UIN Jakarta, UI, IIQ (Institut Ilmu Al quran) Jakarta, Uniat (Universitas At tahiriyah) Jakarta, UAD, PTIQ dan lain-lain.
"Ada juga Rektor IIQ dan Direktur Pascasarjana IIQ. Mereka hadir dan ikut pembahasan," kata dia.