JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengakui, dinamika politik di Jakarta berdampak pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017 di 100 daerah lainnya.
Menurut dia, fokus masyarakat tertuju pada kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Pilkada di daerah-daerah lain dinilainya menjadi tak semarak.
Padahal, kata Fadli, sejumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada pada tahun 2017 mendatang juga membutuhkan sorotan, tak hanya Jakarta.
Ketidaksemarakan pilkada salah satunya bisa terlihat dari pemberitaan media massa dan topik pembahasan di media sosial.
"Kalau beridiri di atas pendekatan: Jakarta adalah ibu kota, mungkin itu bisa diterima. Tapi kan kemudian seluruh pilkada punya titik kerawanan yang beragam," ujar Fadli, saat dihubungi, Rabu (28/12/2016).
"Memang fenomena yang terjadi di Jakarta membuat pilkada di 100 daerah lain jadi minim perhatian. Itu bisa dilihat dari banyak perspektif," lanjut dia.
Ia mencontohkan pilkada di Aceh dan Papua.
Berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu 2017 yang dikaji oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kedua daerah itu memiliki tingkat kerawanan tinggi tapi minim dokumentasi dan publikasi.
"Aceh, misalnya, kan sangat rawan. Ada 20 kabupaten/kota plus 1 provinsi yang pilkada serentak. Beberapa fenomena sudah terjadi. Misal praktik kekerasan, intimidasi. Itu kan tidak terasa diekspos, publik seharusnya bisa lebih aware terhadap persoalan-persoalan seperti itu," papar Fadli.
Bahkan Banten, daerah yang secara geografis dekat dengan Jakarta tak mendapatkan porsi perhatian yang cukup besar dari publik.
Padahal, ada serangkaian masalah di Banten yang seharusnya juga mendapat sorotan khusus.
"Bahwa ada riwayat politik dinasti yang menyebabkan munculnya praktik korupsi di daerah Banten. Ini mesti mendapatkan perhatian penting," kata Fadli.
Peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun diharapkan lebih besar dalam mensosialisasikan pilkada serentak 2017 agar tak terlihat "sepi" dan hanya terfokus pada satu daerah.
Begitu pula masyarakat sipil. Salah satu platform yang dapat dimanfaatkan adalah media sosial.
Sebab, anggapan bahwa pilkada sepi dapat berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat.
"Strategi soal sosialisasi, mengajak masyarakat memilih itu perlu kerja-kerja yang lebih. Improvisasi sehingga masyarakat bisa tertarik memilih," ujar Fadli.