JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai penanganan perkara pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berjalan lambat.
Hal itu diperlihatkan melalui informasi perkara pemilu kepada masyarakat. "Belum ada informasi yang cepat kepada pelapor terkait dengan laporannya. Itu kan penting," kata Fadli saat dihubungi, Senin (26/12/2016).
Menurut Fadli, Bawaslu tidak memberikan informasi terkait laporan dugaan pelanggaran pemilu yang telah memenuhi syarat.
Bawaslu juga tak menjelaskan saat menolak laporan dugaan pelanggaran. Kondisi ini terjadi tak hanya saat masyarakat melapor secara offline, namun juga online.
"Tidak pernah ada penjelasan kenapa tidak pernah ditindak lanjuti. (Laporan) itu karena kurang bukti misalnya, tidak pernah dikasih tahu," ujar Fadli.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melakukan survei terhadap hasil kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2012-2017.
Salah satu hasil survei menyebutkan, 37 responden menilai Bawaslu kurang mampu memberikan kepastian hukum dalam setiap tahapan pemilu. Sedangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai oleh responden kurang mampu sebesar 7 persen.
Survei tersebut melibatkan 30 responden dengan tiga latar belakang, yakni akademisi, jurnalis, dan organisasi masyarakat sipil.
Pengisian kuesioner dilakukan secara daring melalui situs antikorupsi.org/survey-kpu-bawaslu selama 24 November hingga 9 Desember 2016.
(Baca: ICW dan Perludem Rilis Hasil Survei Kinerja KPU dan Bawaslu 2012-2017)
Salah satu hasil survei menyebutkan, 37 responden menilai Bawaslu kurang mampu memberikan kepastian hukum dalam setiap tahapan pemilu. Sedangkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai oleh responden kurang mampu sebesar 7 persen.