JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Endang Wihdatiningtyas menilai, rapat dengar pendapat (RDP) antara pihak penyelenggara pemilu dengan DPR dan pemerintah justru membantu pihaknya dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pengawas pemilu.
Hal itu disampaikan Endang dalam sidang lanjutan uji materi terkait RDP yang diajukan oleh KPU.
"Mekanisme konsultasi kepada pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah) memberikan manfaat tesendiri agar rumusan norma dalam peraturan Bawaslu tidak keluar dari konteks dan maksud undang-undang yang dirumuskan dan tidak bertentangan dengan norma-norma dalam UU nomor 10 tahun 2016. Sehingga, dapat dilaksanakan dengan jiwa UU tersebut," ujar Endang, dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Endang mencontohkan, Bawaslu pernah kesulitan merumuskan norma terkait aturan pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sitematis, dan massif (TSM).
Rumusan norma-norma itu baru bisa dinilai selaras dengan undang-undang tentang Pilkada setelah dilakukan RDP beberapa kali.
"Ketika kami mencoba merumuskan bagaimana melakukan pemeriksaan jika ada laporan dugaan pelangaran politik uang yang memenuhi TSM itu sangat sulit bagi kami untuk merumuskan. Setelah konsultasi bebrapa kali itupun harus direvsi kembali supaya memenuhi apa yang dikehendaki UU nomor 10," kata Endang.
Menurut dia, memang ada tugas pokok dan fungsi yang berbeda antara KPU dan Bawaslu sebagai pihak penyelenggara pemilu.
Namun, bagi Bawaslu, aturan mengenai RDP cukup membantu.
"Kami tidak mengomentari secara langsung terkait apa yang diajukan (KPU), setuju atau tidak setuju (atas uji materi yang diajukan)," kata dia.
"Kami (bagi Bawaslu) malah memerlukan konsultasi itu, karena untuk merumuskan dari undang-undang ke peraturan Bawaslu, misal terkait TSM, itu sangat sulit kalau tidak dikonsultasikan," tambah dia.
Sebelumnya, KPU menggugat ketentuan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR dan pemerintah sebelum membuat Peraturan KPU (PKPU).
Aturan itu tertuang dalam Pasal 9 huruf a UU 10/2016 yang berbunyi, "Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan meliputi: a. menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat".
Menurut KPU, ketentuan tersebut sangat bertentangan dengan agenda reformasi yang mendorong terbentuknya lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.