Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempromosikan Kerukunan Beragama Masih Jadi Tantangan untuk Indonesia

Kompas.com - 28/11/2016, 13:08 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wahid Foundation, Yenni Wahid mengatakan, Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam mempromosikan kerukunan sosial keagamaan.

Itu karena, persebaran ekstremisme dan ideologi sektarian yang intoleran masih menjamur di Indonesia. Hal tersebut memicu tindakan radikalisme yang menginspirasi terorisme.

"Nilai-nilai toleransi dalam Pancasila sebagaimana juga kebinekaan mendapat tantangan berat yang memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas. Lebih jauh lagi justru menginspirasi tindak terorisme," kata Yenny saat sambutan dalam "Seminar Mempromosikan Kerukunan Sosial-Keagamaan di Indonesia" di Doubletree Hotel, Jakarta, Senin (28/11/2016).

Yenny mengatakan, persoalan tersebut disebabkan Indonesia masih dianggap ideal dalam pengembangan radikalisme yang terhubung pada gerakan terorisme global.

(Baca: Jokowi Minta Guru Ajarkan Muridnya tentang Keberagaman Indonesia)

Alasannya, kata dia, pengawasan gerakan tersebut sangat sulit karena Indonesia yang berbentuk negara kepulauan.

"Indonesia sangat ideal untuk mengembangkan radikalisme. Tantangan indonesia cukup besar karena negara kepulauan," tutur Yenny.

Yenny menuturkan, ketimpangan sosial ekonomi juga menjadi faktor dalam berkembangnya radikalisme di Indonesia.

Menurut Yenny, disparitas sosial ekonomi mengakibatkan adanya perasaan teralienasi di sebagian kalangan masyarakat.

Kondisi itu kemudian membuat doktrinasi paham radikalisme menjadi semakin mudah.

"Masalah ketimpangan sosial ekonomi juga menjadi sebuah faktor yang memberi kontribusi terhadap masyarakat yang radikal," ucapnya.

Untuk itu, lanjut dia, diperlukan kerja sama antara pemerintah dan kelompok masyarakat sipil dalam mencegah radikalisme.

(Baca: Menteri Agama: Ada Hikmat tentang Keberagaman dalam Secangkir Kopi)

Ini dapat dilakukan melalui dimasukkannya toleransi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Selain itu, upaya ini dapat dilakukan melalui gerakan nasional dan kampanye yang masif.

"Kalau kita ingin memahamkan atau menangkap kesadaran masyarakat harus melalui kampanye yang masif. Kementerian terkait dapat terlibat di dalamnya dan masyarakat sipil," ucap Yenny.

Yenny juga berharap adanya pembaruan kebijakan untuk mendukung perbaikan kondisi dalam hal toleransi, antiradikalisme, dan antiterorisme.

Menurut Yenny, instrumen hukum yang ada saat ini masih kurang mampu menangkal paham radikalisme dan mengatasi tindak terorisme.

"Harus ada instrumen hukum oleh aparat penegak hukum untuk menangani masalah terorisme ini dengan baik. Ini PR besar bagi kita untuk membuat langkah penanganan yang komprehensif," ucap Yenny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com