Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Dialog MPR Rumah Kebangsaan: Menakar Realisasi Nilai-nilai Konstitusi

Kompas.com - 23/11/2016, 14:29 WIB
advertorial

Penulis

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia harus selalu hidup dan bekerja, bukan hanya menjadi sebuah dokumen kenegaraan apalagi hanya sebagai dokumen kearifan. Karena dalam pembukaannya terdapat diktum yang sangat penting mengenai bentuk, cita-cita dan arah negara. 

Agar UUD NRI 1945 tetap hidup dan bekerja, maka harus selalu terelaborasi sebagai konstitusi ke dalam UU yang ada di bawahnya. Konstitusi harus menjadi rujukan, sumber utama dalam penyusunan UU, atau peraturan di bawahnya.

“Jangan sampai hanya disebut semata, tapi tidak ada realisasinya,” ujar Anggota Lembaga Pengkajian MPR RI Hajrianto Y Thohari, saat menjadi narasumber pada dialog MPR Rumah kebangsaan.

Hajrianto bersama Pimpinan Fraksi PKS Al Muzamil Yusuf membahas tema Mengawal Pelaksanaan Konstitusi di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR RI, Selasa (22/11/2016)

Selain dielaborasi ke dalam peraturan di bawahnya, lanjutnya, UUD NRI 1945 juga  harus dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai nilai-nilai luhur yang ada dalam UUD NRI 1945 tidak dilaksanakan. 

"Karena itu dibuatlah Mahkamah konstitusi, tujuannya kalau ada peraturan di bawah UUD NRI 1945, bertentangan dengan UUD NRI 1945, bisa melakukan gugatan ke MK,” jelas Hajrianto. 

Bicara konstitusi, Hajrianto juga berbicara tentang  konstitusionalisme. Semua harus sejalan dengan  konstitusi, dan segala yang dikonstitusi harus direalisasikan. 

"Masih ada kesenjangan yang sangat lebar antara harapan dan kenyataan. Karena itu konstitusi harus bisa jadi kiblat dan haluan negara, serta dipatuhi oleh semua," kata Hajrianto lagi. 

Sementara Al Muzamil Yusuf mengatakan untuk merealisasikan semua yang terdapat dalam konstitusi tidak gampang dan butuh waktu panjang untuk merealisasikannya. Buktinya masih ada pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 yang belum terealisasi.

Contohnya seperti pasal tentang fakir miskin. Pasal tersebut, lanjut Muzamil, menjadi bukti bahwa anggapan membangun yang besar akan menetes ke bawah tak selamannya benar.

Karena itu paradigmanya harus diubah dengan membangun yang lemah dulu. logikanya kalau yang lemah saja terbangun apalagi yang kuat. 

“Namun persoalannya sistem pemilihan  kepemimpinan kita, yang terlanjur memerlukan modal, sehingga yang punya modallah yang menang", kata Muzamil menambahkan. 

Mestinya pemilu, harus menghasilkan orang terbaik, bukan selalu pemilik modal. “Karena itu harus dicari cara bagaimana kita membuat pemilu yang murah, sehingga mereka yang baik tetapi tidak punya modal berkesempatan untuk menang,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Nasional
Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Nasional
Diingatkan DPR soal RUU Perampasan Aset yang Jadi PR, KPK: PPATK 'Leading Sector'-nya

Diingatkan DPR soal RUU Perampasan Aset yang Jadi PR, KPK: PPATK "Leading Sector"-nya

Nasional
MUI Harap Prabowo Perangi Koruptor dan Mafia di Tahun Pertama Pemerintahan

MUI Harap Prabowo Perangi Koruptor dan Mafia di Tahun Pertama Pemerintahan

Nasional
Mentan Mengaku Koordinasi dengan Jokowi soal Rencana Akuisisi Produsen Beras Asal Kamboja

Mentan Mengaku Koordinasi dengan Jokowi soal Rencana Akuisisi Produsen Beras Asal Kamboja

Nasional
Penyidik KPK Dalami Isi Hp Hasto untuk Cari Informasi Harun Masiku

Penyidik KPK Dalami Isi Hp Hasto untuk Cari Informasi Harun Masiku

Nasional
LPSK: Satu Saksi yang Minta Perlindungan adalah Terpidana Kasus Vina

LPSK: Satu Saksi yang Minta Perlindungan adalah Terpidana Kasus Vina

Nasional
Minta Perlindungan LPSK, Saksi hingga Keluarga Vina Mengaku Dapat Ancaman

Minta Perlindungan LPSK, Saksi hingga Keluarga Vina Mengaku Dapat Ancaman

Nasional
KPU Akan Rekrut KPPS Lagi untuk Gelar 20 Pemilu Ulang

KPU Akan Rekrut KPPS Lagi untuk Gelar 20 Pemilu Ulang

Nasional
Tak Perlu Bawa Koper dan Bantal Saat Armuzna, Jemaah Haji Disarankan Bawa Barang Ini

Tak Perlu Bawa Koper dan Bantal Saat Armuzna, Jemaah Haji Disarankan Bawa Barang Ini

Nasional
Kemenko Polhukam Rilis Indeks Demokrasi Indonesia 2023, Angkanya Turun 0,9 Poin

Kemenko Polhukam Rilis Indeks Demokrasi Indonesia 2023, Angkanya Turun 0,9 Poin

Nasional
Komentari Kasus Polisi Dibakar Istri, Menkominfo Diimbau Tak Asal Ucap

Komentari Kasus Polisi Dibakar Istri, Menkominfo Diimbau Tak Asal Ucap

Nasional
Dewas KPK Pelajari Laporan Kubu Hasto Terkait Penyitaan Hp oleh Penyidik

Dewas KPK Pelajari Laporan Kubu Hasto Terkait Penyitaan Hp oleh Penyidik

Nasional
Moeldoko Mengaku Tak Tahu Isi Pembicaraan Jokowi dan Para Ketum Parpol

Moeldoko Mengaku Tak Tahu Isi Pembicaraan Jokowi dan Para Ketum Parpol

Nasional
KPK Usul Anggota DPR Terpilih Tak Laporkan Harta Jangan Dilantik

KPK Usul Anggota DPR Terpilih Tak Laporkan Harta Jangan Dilantik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com