Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bom Samarinda, Aparat Diminta Lebih Serius Awasi Mantan Napi Terorisme

Kompas.com - 14/11/2016, 13:19 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyayangkan atas terjadinya pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, pada Minggu (13/11/2016).

Akibat teror bom ini, satu anak balita meninggal dunia sementara tiga balita lainnya mengalami luka bakar.

"Pemboman gereja Oikumene di Samarinda tindakan biadab. Pelaku kejahatan tersebut harus dihukum seberat-beratnya," kata Charles di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/11/2016).

Charles mengatakan, dengan peristiwa ini harusnya aparat, baik Polri, BIN dan BNPT, harus lebih serius mencermati, melakukan infiltrasi dan mengawasi jaringan orang-orang yang sudah masuk dalam daftar pengawasan terorisme.

(Baca juga: Bom di Samarinda Dinilai Jadi Bukti Deradikalisasi BNPT Belum Maksimal)

Sebab, pelaku pelempar bom molotov Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia diketahui pernah dipenjara dalam kasus terorisme. 

Joh pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 karena terlibat dalam peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.

(Baca: Pelempar Molotov di Gereja Samarinda Mantan Narapidana Kasus Terorisme)

Ia divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.

"Pelaku sudah pernah dipenjara karena pidana terorisme. Oleh karena itu seharusnya pelaku sudah masuk watchlist aparat penegak hukum," ucap Charles.

Charles pun meminta aparat segera membongkar motif dan jaringan dari pelaku teror tersebut.

Kompas TV Puluhan Polisi Berjaga di Lokasi Ledakan Samarinda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com