Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ikut Konvensi Pengendalian Tembakau, Indonesia Jadi Surga Peredaran Rokok

Kompas.com - 01/10/2016, 16:28 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


BOGOR, KOMPAS.com -
Saat ini Indonesia menjadi satu dari tujuh negara di dunia yang tidak menandatangani framework convention on tobacco control (FCTC) atau konvensi pengendalian masalah tembakau. Kondisi ini dianggap membuat Indonesia menjadi pasar utama bagi perusahaan-perusahaan rokok besar dari negara lain.

Perwakilan World Health Organization (WTO) di Indonesia, Dina Kania mengatakan, perusahaan-perusahaan rokok dari negara lain menjadikan Indonesia sebagai pasar andalan setelah di negara asalnya, perusahaan-perusahaan rokok itu tak lagi bebas memproduksi dan memasarkan produknya.

"Mohon maaf tapi memang bisa dibilang Indonesia jadi negara sampah, benteng terakhir, cigarette heaven, karena Indonesia tidak punya aturan ketat saat negara-negara lain sudah menerapkannya," kata Dina, dalam seminar pengendalian tembakau dengan tema "Membongkar Hambatan Aksesi FCTC dan Mitos Rokok di Indonesia" di Bogor, Sabtu (1/10/2016).

Selain Indonesia, enam negara lain yang tidak menandatangani FCTC adalah Somalia, Sudan Selatan, Malawi, Andorra, Republik Dominika, dan Monako.

Menurut Dina, langkah yang dilakukan Indonesia sangat disesalkan. Apalagi jika alasannya karena takut mengganggu ekspor produk rokok Indonesia ke luar negeri.

Dina menyatakan penandatanganan FCTC tidak akan mengganggu proses ekspor produk rokok. Ia kemudian mencontohkan tiga produsen tembakau terbesar di dunia, yakni China, India, dan Brasil, yang disebutnya sudah menandatangani FCTC.

Ia juga menyebut selama ini produk-produk ekspor rokok Indonesia sudah bisa menyesuaikan dengan aturan yang diberlakukan di negara tujuan. Dina mencontohkan persentase Picture Health Warning (PHW) pada kemasan rokok produk Indonesia yang diekspor di negara-negara yang sudah menandatangani FCTC, di antaranya Brunei, Australia, dan Bangladesh.

Dina mengatakan data yang dimilikinya menyebutkan persentase PHW kemasan rokok Indonesia di Brunei dan Australia sudah mencapai 70 persen, dan di Bangladesh bahkan sudah mencapai 90 persen.

"Selama ini produk rokok Indonesia tetap bisa mengikuti aturan di negara setempat. Jadi tidak ada alasan FCTC menghambat ekspor," kata Dina.

Menurut Dina, terganggunya industri rokok Indonesa akibat FCTC tidak akan langsung terjadi. Tapi butuh proses minimal 20 tahun. Selama itulah ia menilai pemerintah masih punya waktu menyiapkan solusi untuk para petani tembakau dan buruh rokok.

"Jadi tidak akan hari ini tanda tangan, besoknya langsung terjadi gejolak," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, menyatakan tidak ikutnya Indonesia menandatangani FCTC membuat negara-negara lain bebas mengekspor tembakaunya ke Indonesia.

Ia kemudian mencontohkan dua negara yang menjadi importir tembakau bagi Indonesia, yakni China dan Amerika Serikat. Menurut Hasbullah, China dan AS adalah negara yang sudah menandatangani FCTC, namun keduanya tetap bebas mengeskpor tembakau ke Indonesia dalam jumlah banyak.

Sebab, ujar Hasbullah, kedua negara tersebut tidak merasa Indonesia sebagai bagian dari mereka.

"Kalau kita ikut menandatangi FCTC, maka akan ada etika bersama di antara para anggotanya. Kita bisa bilang 'China jangan kirim banyak-banyak dong tembakau ke sini.' Kalau sekarang kan enggak. Mereka masih bisa bilang 'Enggak ada urusan, kan lu bukan bagian dari kita,'" ucap Hasbullah.

Kompas TV Isu Kenaikan Harga Rokok Menyumbang Inflasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com