Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok Masyarakat Sipil Kirimkan Laporan Kebebasan Berekspresi ke Dewan HAM PBB

Kompas.com - 26/09/2016, 15:49 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok masyarakat sipil mengirimkan laporan Universal Periodic Review (UPR) ke Dewan HAM PBB terkait kondisi faktual hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berorganisasi di Indonesia.

Kelompok masyarakat sipil tersebut terdiri dari Civicus, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Mereka mengirimkan laporan tersebut karena pemerintah tak kunjung mengimplementasikan rekomendasi UPR tahun 2012 untuk mengatasi pelanggaran HAM.

Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin menyebutkan, setidaknya tercatat 72 kasus pelanggaran kasus pelanggaran hak berkumpul dan berekspresi di Indonesia sejak 2015 hingga Agustus 2016.

"Para pelaku, baik pihak kepolisian maupun organisasi massa melakukan tindakan pelanggaran, seperti pelarangan acara, intimidasi, pembubaran paksa, penggeledahan ilegal, perusakan alat, pembredelan, dan penangkapan," kata Asep, dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (26/9/2016).

Menurut Asep, tema yang paling sering menjadi target pelaku pelanggaran yakni lesbian, gay, biseksual, transjender, dan interseks (LGBTI), marxisme, dan Papua.

Asep menuturkan, kelompok minoritas yang terlibat acara itu sering menjadi target operasi pembubaran dan penangkapan hanya karena berkumpul, berekspresi, dan berorganisasi.

"Di Papua saja, sejak 2014 sampai 2016 lebih dari 20 kegiatan unjuk rasa yang dibubarkan. Mayoritas pembubaran tersebut diikuti oleh penangkapan dan perlakuan kekerasan," ucap Asep.

Menurut Asep, kasus pelanggaran ini diperkuat dengan adanya regulasi yang menghambat kebebasan berekspresi dan berkumpul, seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal defamasi dalam KUHP dan RKUHP, UU Organisasi Masyarakat.

"Lalu, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Penanganan Konten Negatif, Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat, serta Peraturan Kapolri dan Kapolda Papua tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum," lanjut Asep.

Dengan kondisi kebebasan berekspresi yang mengkhawatirkan, ia mendesak pemerintah untuk segera menghentikan upaya pembatasan atas kebebasan berekspresi secara damai.

"Pemerintah Indonesia harus menuntut pihak-pihak yang melakukan penghentian hak kebebasan berekspresi secara politik secara damai," kata Asep.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah mengubah seluruh regulasi yang membatasi hak kebebasan berekspresi dan berkumpul.

"Pemerintah harus melakukan perubahan seluruh regulasi terkait pembatasan hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara sungguh-sungguh dan konsisten. Selain itu pemerintah harus menghentikan impunitas dalam kasus tersebut," ujar Asep.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com