Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Panitera PN Jakpus Atur Perkara Lain untuk Lippo Group

Kompas.com - 31/08/2016, 12:28 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam persidangan terhadap terdakwa pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno terungkap perkara lain yang diatur bersama-sama dengan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Perkara yang dimaksud terkait putusan pengadilan mengenai eksekusi lahan terhadap PT Jakarta Baru Cosmopolitan, salah satu perusahaan di bawah Lippo Group.

Perkara tersebut tercantum dalam surat dakwaan jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Doddy Aryanto Supeno. Surat tuntutan dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2016).

"Bahwa pemberian pada 20 April 2016 sebesar Rp 50 juta, selain untuk pengajuan peninjauan kembali, juga diberikan untuk penundaan eksekusi atas tanah milik PT Jakarta Baru Cosmopolitan," ujar Jaksa Tito Jaelani di Pengadilan Tipikor.

(Baca: Pegawai Lippo Group Dituntut 5 Tahun Penjara oleh Jaksa KPK)

Berdasarkan putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 No 232/1937, pada November 2014 dan 16 Februari 2015, kuasa hukum ahli waris Tan Hok Tjian mengajukan surat ke PN Jakarta Pusat mengenai permohonan eksekusi putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 No 232/1937.

Pada bulan November 2015, Direktur PT Jakarta Baru Cosmopolitan Ervan Adi Nugroho memperoleh surat dari PN Jakarta Pusat perihal permohonan eksekusi lanjutan yang belum didistribusikan.

Atas surat tersebut, Ervan Adi Nugroho meminta kepada Wresti Kristian Hesti, pegawai bagian legal pada Lippo Group, untuk mempelajari surat tersebut dan menunda pelaksanaan putusan itu dengan meminta tolong kepada mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.

Kemudian, Hesti mempelajari surat tersebut dan menyampaikan hasilnya kepada Eddy Sindoro dan Ervan Adi Nugroho.

(Baca: Nurhadi Akui Diminta Eddy Sindoro Urus Perkara Lippo Group)

Hesti menyampaikan bahwa pada kalimat akhir surat tersebut isinya harus disamakan dengan surat dari PN Jakarta Pusat yang terdahulu, yakni dengan mengubah kalimat dalam surat tersebut dari "belum dapat disekskusi" diganti dengan "tidak dapat dieksekusi".

Menindaklanjuti permintaan tersebut, Hesti selanjutnya menemui Edy Nasution dan menyampaikan permintaan Ervan Adi Nugroho untuk menunda pelaksanaan eksekusi putusan. Atas permintaan tersebut, Edy Nasution menyampaikan bahwa surat tersebut belum dikirim ke mana-mana.

Dalam kasus ini, Doddy Aryanto Supeno dinilai terbukti memberi suap sebesar Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

(Baca: Nurhadi Bantah Jadi Promotor untuk Pengurusan Perkara Lippo Group di MA)

Pada awalnya, uang suap sebesar Rp 150 juta tersebut diduga diberikan agar Edy Nasution selaku panitera menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang. Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group.

Awalnya, Lippo Group menghadapi beberapa perkara hukum, sehingga Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara, termasuk Edy Nasution.

Eddy Sindoro juga menugaskan Doddy untuk melakukan penyerahan dokumen maupun uang kepada pihak-pihak lain yang terkait perkara.

Kompas TV KPK Tangkap Panitera Pengganti PN Jakpus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com