JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mengatakan, ancaman terorisme di dunia dari tahun ke tahun kian meningkat. Tak hanya sebatas pada sebaran para teroris, melainkan juga korban yang disebabkan atas aksi teroris itu sendiri di berbagai belahan dunia.
Hal itu disampaikan Fachir pada Ministerial Address saat 2ndCounter-Terrorism Financing (CTF) Summit di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/8/2016).
Ia mengatakan, setidaknya 32.000 jiwa telah menjadi korban dari aksi terorisme di tahun 2014. Jumlah itu meningkat 80 persen dari tahun sebelumnya.
“Untuk itu, terorisme harus dilawan secara terpadu,” ujar Fachir.
Ia mengatakan, maraknya serangan terorisme tidak terlepas dari semakin meluasnya sebaran kelompok Islamic State in Iraq and Levant (ISIS). Saat ini, lebih dari 33.000 orang yang berasal dari 100 negara yang telah bergabung ke dalam kelompok itu.
Ia menambahkan, untuk melawan para teroris, dibutuhkan penanganan yang seimbang antara hard approach dan soft approach. Di samping juga melanjutkan upaya deradikalisasi guna menjamin adanya reintegrasi mantan teroris ke masyarakat.
Adapun yang menjadi salah satu tindakan hard approach yaitu dengan menggunakan penguatan kinerja aparat penegak hukum.
Sedangkan soft approach memberdayakan semua lapisan masyarakat untuk menyebarkan nilai toleransi dan menolak ideologi radikal.
Lebih jauh, Fachir menekankan pentingnya penguatan kerja sama internasioal baik di level regional maupun global di dalam upaya pemberantasan terorisme ini. Ia mengatakan, jika aksi terorisme memerlukan pendanaan. Untuk itu, menjadi kewajiban komunitas internasional untuk mencegahnya.
“Salah satu upaya terpadu yang harus dilakukan adalah mendorong penguatan strategi penanggulangan pendanaan terorisme di kawasan, antara lain melalui mekanisme Regional Risk Assessment, penguatan kerja sama antar Financial Intelligence Unit, dan mengembangkan sarana edukatif untuk meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan terkait risiko pendanaan terorisme,” ujar dia.
Ia menambahkan, Kemenlu dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama ini telah bekerjansama dalam menekankan pentingnya diplomasi di dunia internasional. Langkah itu dilakukan guna memnuhi rekomendasi Financial Action Task Force (FATF).
Hasilnya, Indonesia kini telah keluar dari daftar negara yang memiliki resiko pendanaan terorisme sejak 2015.
“Dikeluarkannya Indonesia dari daftar tersebut telah meningkatkan profil perbankan dan rating investasi Indonesia. Karena itu, Kemenlu akan terus mendorong penguatan kerja sama internasional terkait pencegahan pendanaan terorisme, baik di tingkat regional maupun global,” ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.