Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Tax Amnesty akan Digugat ke MK, Ini Jawaban Anggota DPR

Kompas.com - 10/07/2016, 19:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panja Tax Amnesty, Mukhamad Misbakhun mempersilakan jika ada warga negara yang mau mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menilai, setiap warga negara memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan.

Terkait tudingan bahwa UU tersebut dikhawatirkan menjadi celah legalisasi praktik pencucian uang, Misbakhun menilai, tak ada yang pernah mempertanyakan mengenai asal usul penghasilan yang disebutkan dalam UU.

"Itu dulu dong, konsep awal. Kalau konsep penghasilannya kan kita punya konsep pajak penghasilan. Tidak ditanyakan asal usul hartanya," ujar Misbakhun saat dihubungi, Minggu (10/7/2016).

"Kenapa selama ini yang konsep penghasilan seperti itu tidak pernah di-judicial review?" sambung dia.

Ia menambahkan, tak ada satu pun negara di dunia ini yang memberikan ruang atau memfasilitasi warga negaranya untuk melakukan pencucian uang.

UU Tax Amnesty, kata dia, adalah bagian dari upaya strategi pemungutan pajak bagi negara.

Misbakhun menegaskan, tak ada kepentingan dari pembahasan UU tersebut untuk memberikan keistimewaan bagi pihak-pihak tertentu.

Keistimewaan tersebut menurut dia, diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

"Yang utama kita harus pahamkan adalah Tax Amnesty ini untuk negara jangka pendek dan jangka panjang. Untuk kepentingan seluruh rakyat. Jangan dilihat ini memberikan keistimewaan untuk siapa," tutur Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar itu.

Sebelumnya, Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga sipil berencana menggugat Undang-undang Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi.

Setidaknya, ada 21 alasan yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakuan UU tersebut.

Beberapa di antaranya adalah UU Tax Amnesty dianggap mengizinkan praktik legal pencucian uang.

Kedua, kebijakan tersebut memberi prioritas kepada penjahat kerah putih. Ketiga, UU Tax Amnesty dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.

"Warga masyarakat, pengusaha, korporasi yang taat pajak bahkan ketika yang taat pajak lalai, terlambat bayar, dikenakan sanksi administratif bahkan jika ada unsur pidana bisa dipidana,"  kata Sugeng Teguh Santoso.

Sugeng Teguh Santoso adalah Ketua Yayasan Satu Keadilan, yang berbicara dalam konferensi pers di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu siang.

"Tapi orang-orang yang uangnya terindikasi ada di dalam Panama Papers, itu diberi karpet merah. Untuk diberikan pengampunan," ujar Sugeng Teguh Santoso.

Baca: UU Tax Amnesty Dianggap Tak Adil Bagi Kelompok Miskin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Nasional
PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

Nasional
Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Nasional
PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

Nasional
KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

Nasional
KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

Nasional
Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Bea'

Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Bea"

Nasional
KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com