JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil riset terkait pendanaan pasangan calon kepala daerah setelah penyelenggaraan pilkada pada Desember 2015 lalu. Dalam hasil riset tersebut, KPK menyoroti soal sumber pembiayaan dana kampanye oleh calon kepala daerah petahana.
Deputi bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, dugaan calon petahana menggunakan dana hibah, bantuan sosial, dan pengadaan barang dan jasa tidak terbukti. Pasalnya, KPK tidak menemukan peningkatan anggaran dalam semua pos anggaran itu.
"Selama ini, kami mengira petahana akan meningkatkan itu supaya dia dapat dana saat kampanye atau pencalonan. Ternyata, datanya tidak ada. Jadi, tidak ada kenaikan anggaran untuk dana bansos, hibah, dan pengadaan barang jasa," ujar Pahala saat memberikan keterangan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Dari hasil temuan tersebut, KPK mengindikasikan dua hal yang harus menjadi perhatian. Pertama, adanya dugaan calon kepala daerah petahana memakai dana program. Dana program ini diselubungkan dana pembayaran kompensasi untuk para pendukungnya.
Kedua, calon kepala daerah petahana akan melakukan pembayaran kepada pendukungnya setahun hingga lima tahun setelah dia berhasil terpilih kembali.
Berdasarkan hasil temuan itu, KPK akan memberikan rekomendasi kepada pihak auditor atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar memberikan perhatian khusus terhadap pos-pos belanja APBD pada tahun pertama setelah pilkada dan selanjutnya.
Demikian juga soal praktik pemberian izin, terutama dalam bidang pertambangan dan perkebunan yang dilakukan setelah calon kepala daerah menjadi kepala daerah.
"Oleh karena itu, kami rekomendasikan pada auditor atau BPK untuk melakukan pemeriksaan khusus pada T+1 (tahun pertama setelah pilkada)," kata Pahala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.