Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Waspada atas Usul PDI-P soal Budi Gunawan Jadi Kapolri

Kompas.com - 14/06/2016, 08:14 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus meminta Presiden Joko Widodo cermat dan hati-hati dalam memutuskan jabatan soal kepala Polri. Dua opsi kini berkembang, yakni mempertahankan Jenderal Pol Badrodin Haiti atau menunjuk perwira aktif Polri lain menggantikan Badrodin.

Petrus menilai, kedua opsi itu sama-sama diperbolehkan dalam peraturan perundangan. Namun, khusus soal opsi menunjuk perwira aktif Polri lain menggantikan Badrodin, Petrus menyoroti nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang didorong PDI Perjuangan untuk jadi calon kepala Polri.

Sorotan tajam tertuju pada alasan-alasan yang diungkap para politikus partai berlambang banteng itu bahwa Budi sudah tak "disandera" kasus korupsi karena telah memenangi sidang praperadilan dan ditunjuknya Budi sebagai kepala Polri adalah bentuk regenerasi di tubuh Polri.

"Pandangan kelompok ini harus diwaspadai," ujar Petrus melalui pesan singkat, Selasa (14/6/2016).

(Baca: Budi Gunawan Calon Kapolri Terkaya, Hartanya Lebih dari Rp 22,7 M)

Tentang Budi menang praperadilan, misalnya, Petrus menilai hal itu bukan berarti Budi telah dinyatakan bersih tanpa cela.

Hal tersebut karena dalam KUHAP dan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa putusan praperadilan hanya mengenai prosedur penyidikan dan tidak menyentuh substansi pokok perkara seseorang.

Artinya, meski sidang praperadilan memutus bahwa status tersangka pada seseorang tidak sah secara hukum, bukan berarti seseorang tersebut dipastikan tidak melakukan sebuah tindak pidana. Putusan praperadilan tidak mencakup materi perkara.

Dengan demikian, Petrus mengatakan, pernyataan politikus PDI-P yang menyatakan bahwa Budi sudah clean and clear dari kasus rekening gendut lantaran telah memenangi praperadilan adalah menyesatkan dan bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.

(Baca: Ini Profil Tujuh Jenderal Bintang Tiga yang Masuk Bursa Calon Kapolri)

"Penilaian atas clean and clear itu munculnya dari politisi PDI-P  dan ditujukan kepada Presiden Jokowi untuk memilih dan menetapkan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Ini namanya tidak jujur, tidak fair, dan tidak obyektif," ujar salah satu advokat Peradi itu.

Menurut Petrus, putusan praperadilan itu masih menimbulkan kesimpangsiuran sehingga tak bisa dimaknakan Budi Gunawan bersih dari segala masalah.

"Seseorang baru bisa dinyatakan clean and clear dari sangkaan pidana jika majelis hakim mengetok palu, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan oleh karena itu membebaskan terdakwa dari segala tuduhan dan tuntutan serta memerintahkan negara untuk memulihkan segala harkat dan martabatnya," kata dia.

Oleh sebab itu, Petrus mendorong perangkat hukum Indonesia mengusut kembali perkara yang pernah melibatkan Budi demi kejelasan status hukumnya, apakah bersalah atau tidak.

(Baca: Dukung Budi Gunawan Jadi Kapolri, PDI-P Tolak Jabatan Badrodin Diperpanjang)

"Demi membersihkan nama baik Komjen Budi Gunawan jika memang terbukti tidak bersalah dan jika kemudian terbukti bersalah, maka demi kepentingan umum harus dihukum," ujar Petrus.

Petrus menilai, sudah lazim penyidik langsung membuka penyelidikan dan penyidikan baru ketika putusan praperadilan memenangkan tersangka. Bahkan, biasanya penyidik bersifat agresif dalam hal itu.

Perkara dugaan korupsi La Nyalla Mattalitti melawan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur adalah contohya. Begitu hakim praperadilan memutuskan memenangkan La Nyalla Mattalitti, kejaksaan seketika itu juga mengeluarkan surat penetapan tersangka baru.

Bahkan, meskipun tiga kali berturut-turut La Nyalla Mattalitti memenangi praperadilan, pihak kejaksaan tetap mengejar tersangka La Nyalla hingga akhirnya ditahan kembali dan perkaranya jalan terus.

Kompas TV Siapa yang Akan Gantikan Badrodin Haiti?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com