JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, agar harta atas nama orang lain yang disita KPK dapat dikembalikan.
Menurut jaksa, hal tersebut justru memperkuat pembuktian terjadinya pencucian uang.
"Ini mempertanyakan, memperkuat pembuktian kami bahwa terdakwa punya kepentingan, karena orang-orang itu jadi gatekeeper untuk menyamarkan tindak pidananya," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Dalam nota pembelaan yang disampaikan kepada majelis hakim, Nazaruddin meminta agar sebagian hartanya yang dituntut untuk dirampas bagi negara, dapat dikembalikan.
Menurut dia, tidak semua harta yang disita KPK berasal dari korupsi dan pencucian uang. Selain itu, beberapa aset yang disita KPK merupakan aset milik orang lain.
Nazaruddin menyebutkan, akibat dari penyitaan tersebut, beberapa pemilik aset melayangkan somasi kepadanya.
Pemilik aset, menurut Nazaruddin, bahkan meminta ganti rugi. Kepada Hakim, Nazaruddin memohon agar aset-aset tersebut dapat dikembalikan, agar tidak menyulitkan dirinya di kemudian hari.
"Tolong saya dibantu, jangan sampai setelah perkara ini saya malah dituntut orang. Saya bingung nanti, padahal aset saya sebagian sudah dirampas KPK," kata Nazaruddin.
Ada pun beberapa aset Nazaruddin yang kepemilikannya atas nama orang lain seperti, kepemilikan tanah, kepemilikan saham, dan saldo pada beberapa rekening bank.
Beberapa aset menggunakan nama istri dan kerabat Nazaruddin.
Jaksa Penuntut Umum dari KPK menuntut agar harta milik Nazaruddin senilai lebih kurang Rp 600 miliar dirampas untuk negara.
Ada pun, jumlah harta kekayaan Nazaruddin yang didapat dari hasil pencucian uang seluruhnya sekitar Rp 1 triliun.
Jumlah tersebut diperkirakan berasal dari keuntungan atau fee dari proyek yang masuk ke sejumlah rekening bank dan saham beberapa perusahaan.
Meski demikian, dari total perkiraan Rp 1 triliun tersebut, hanya sekitar Rp 600 miliar yang dapat dirampas, karena bersumber dari dana hasil korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.