Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jodhi Yudono
Wartawan dan budayawan

Menulis esai di media sejak tahun 1989. Kini, selain menulis berita dan kolom di kompas.com, kelahiran 16 Mei ini juga dikenal sebagai musisi yang menyanyikan puisi-puisi karya sendiri maupun karya penyair-penyair besar semacam WS Rendra, Chairil Anwar, Darmanto Jatman, dan lain-lain.

Baduy Apa yang Terjadi?

Kompas.com - 09/05/2016, 22:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorJodhi Yudono

Acara "Baduy Kembali" memang sudah berakhir sebulan lalu. Tapi semua hal tentang Baduy masih berseliweran di ingatan saya. Bulan suci Kawalu baru saja berlalu. Kemudian kini tiba Ngalaksa, dan tanggal 14 Mei nanti ada acara Seba di Kantor Gubernur Banden, Serang.

Seperti mimpi yang terjadi. Semula saya pergi sendiri ke Baduy di akhir tahun 2015 untuk sebuah esai panjang di rubrik vik.kompas.com. Di tengah jalan berkembang. Naluri saya sebagai komposer bangkit demi melihat, mendengar dan merasakan atmosfir Baduy. Akhirnya terciptalah tujuh lagu tentang Baduy.

Proses kreatif rupanya tak mau henti. Kepada Bentara Budaya Jakarta kami dari Kompas.com menawarkan program yang kami beri judul "Baduy Kembali" ini. Mereka menyambut dengan gembira. Maka jadilah, "Baduy Kembali" sebagai sebuah peristiwa budaya yang kompleks. Ada karya tulis, musik, instalasi, pameran, peragaan busana, dan diskusi.

Ya, ya... Baduy adalah lautan pengetahuan yang sedemikian luas dan dalam. Pengamatan dan pendalaman saya terhadap budaya masyarakat Baduy barangkali baru satu gayung yang saya dapat.

Terus terang, saat awal hendak mengangkat Baduy ke dalam tulisan dan musik, ada yang diam-diam membuat saya sedih. Bayangan saya mengenai masyarakat Baduy yang sederhana dan taat adat seketika berantakan saat mendengar cerita seorang pemuda Baduy, sebut saja si Polan namanya.

Kepada saya Polan bercerita tentang penipuan pada perniagaan madu yang beredar di Baduy maupun di Jakarta yang dibawa oleh orang-orang Baduy. Polan bilang, madu palsu itu diproduksi di sebuah jalan di bilangan Tanah Abang, lalu didistribusikan ke Ciboleger dan kampung-kampung Baduy. Sementara yang beredar di Jakarta didistribusikan oleh produsen kepada orang-orang Baduy yang datang ke Jakarta. "Mereka janjian bertemu di satu tempat. Setelah menerima madu palsu itu, orang-orang Baduy berkeliling dari satu ttempat ke tempat lainnya," ungkap Polan.

Kendati saya tak sepenuhnya percaya pada cerita si Polan, tapi tetap saja cerita Si Polan membuat saya sedih. Kisah si Polan tentang orang Baduy, melengkapi cerita miring dari masyarakat penjaga tradisi lainnya yang juga mengalami dekadensi moral.

Baduy memang sedang berubah. Kendati saya sadari benar bahwa kehidupan memang harus dan akan terus bergerak. Dan pada gerakannya itulah, perubahan akan menyertainya.

Pun demikian dengan yang terjadi di Baduy. Pohon kebijaksanaan yang beranting dan berdaun ajaran moral mulai mengering lalu jatuh ke tanah dan tidak menumbuhkan tunas kebajikan bagi generasi berikutnya. Saya khawatir, pohon moral Baduy itu akan tumbang lantaran akar-akarnya tak kuat lagi menahan banjir budaya dari luar yang menggerus tanah dan mencerabut akar tradisi Baduy.

Fakta menuju tercerabutnya akar tradisi itu telah nyata benar ada di depan mata. Lihatlah betapa "hidupnya" kampung-kampung Baduy sekarang. Jika malam tiba, sebagian kampung Baduy bersinar oleh lampu solar cell. Dan jika siang membentang, nampaklah betapa berwarna-warninya sandangan orang Baduy. Para remaja putera kini sedang gandrung pada kaos kesebelasan sepakbola luar negeri. Soal kaos ini sebetulnya rada ironi, sebab ternyata anak-anak muda itu tidak pernah menonton televisi. Well, mereka meniru saja apa yang sedang ngehits di kampung Ciboleger.

Itu fakta yang terjadi di luar rumah. Sementara fakta di dalam rumah tak kalah menariknya. Jika dulu perangkat adat selalu membersihkan piranti rumah dari semua yang berbau asing seperti plastik dan gelas, serta perangkat mandi, maka kini dapur mereka, kamar mandi,ruang tamu mereka sudah dipenuhi piranti modern.

Di kamar mandi ada sabun, shampo, pasta.dan sikat gigi, gayung serta ember plastik. Di dapur ada gelas, piring dan sendok garpu, di ruang tengah ada aki, solar cell, dan charger handphone

Buyut atau pantangan yang dilanggar, sudah menjadi hal yang lumrah. Orang baduy (luar) kini seperti sedang berlomba mengejar ketertinggalan dari tetangga mereka yang berada di Ciboleger maupun desa-desa lainnya yang dihuni oleh masyarakat nonBaduy. Maka sebagian orang Baduy pun menciptakan simbol-simbol baru untuk menandai pencapaian mereka. Kalung emas yang tergantung di leher para perrmpuan Baduy adalah salah satu simbol yang paling mencolok sekarang ini.

Ah... Padahal ya padahal, para karuhun mereka mengajarkan agar hidup bersahaja serta jauh dari rasa sombong dan berlebihan.

Kini papan pikukuh yang tergantung di Cijahe, gerbang menuju Cikeusik (salah satu kampung Baduy Dalam), sudah pudar warnanya. Panas, angin dan hujan memang telah memudarkan warna pada tulisan yang berisi pantangan (buyut) itu. Jika pun nanti lapuk, orang Baduy akan dengan gampang menggantinya dengan papan tulisan yang baru. Yang mengkhawatirkan adalah, jika yang memudar dan melapuk adalah ketaatan orang Baduy terhadap buyut. Duh....

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com