Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pemerkosaan YN Bukti Pendidikan Seksual Berbasis Jender Belum Maksimal

Kompas.com - 03/05/2016, 14:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meningkatnya kasus kekerasan seksual menjadi satu faktor yang menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi pendidikan seksual komprehensif untuk mencegah kekerasan berbasis jender.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan mencuatnya kasus seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14 tahun) yang diperkosa dan dibunuh dalam perjalanan pulang sekolah. YN diperkosa oleh 14 orang pelaku yang beberapa di antaranya masih merupakan anak di bawah umur.

Berkah Gamulya dari Sindikat Musik Penghuni Bumi (Simponi), sebuah grup musik yang kerap menyuarakan isu perempuan, mengatakan bahwa pemerintah harus menerapkan pendidikan seksualitas komprehensif berbasis keadilan jender.

Menurut Berkah, seharusnya semua institusi pendidikan sudah menerapkan pendidikan seksual selama satu jam per minggu.

"Usul konkret saya, pendidikan keadilan jender harus diajarkan kepada siswa dan siswi selama satu jam per minggu di sekolah. Percuma pintar kalau jadi pelaku kekerasan seksual. Pendidikan seksual harus sejak dini," ujar Berkah dalam jumpa pers di kantor Yayasan Lembaga Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016).

(Baca: #NyalaUntukYuyun, Simpati untuk Siswi SMP yang Tewas Diperkosa 14 Pemuda)

Berkah menuturkan, institusi pendidikan harus mengajarkan pelajaran berperspektif keadilan jender, terutama pada siswa laki-laki, agar mereka tidak memiliki pandangan yang menempatkan perempuan sebagai obyek seksual.

Semua peserta didik, kata Berkah, seharusnya mempunyai pandangan bahwa setiap orang memiliki otoritas terhadap tubuhnya sendiri dan tidak berhak untuk dilecehkan.

Perempuan bukan obyek seksual. Terjadinya pemerkosaan bukan semata diakibatkan cara perempuan berpakaian.

"Meski tertutup kalau laki-laki tidak punya perspektif jender maka akan selalu terjadi perkosaan," ungkapnya.

(Baca: Mengapa Kita Tak Membicarakan Yn, Remaja yang Tewas Diperkosa 14 Pemuda?)

Lebih lanjut dia menjelaskan, berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sebagian besar pelaku tindakan kekerasan seksual didominasi oleh laki-laki.

Hal tersebut diperparah dengan adanya budaya patriarki di masyarakat yang cenderung menempatkan posisi sosial kaum laki-laki lebih tinggi dari kaum perempuan.

Masyarakat menjadi cenderung mewajarkan adanya perilaku pelecehan terhadap perempuam dalam bentuk sekecil apa pun, misalnya dengan menggoda atau bersiul kepada perempuan di jalan.

(Baca: Pelaku Pemerkosa dan Pembunuh Siswi SMP Sempat Hadiri Pemakaman Korban)

Selain itu, Berkah juga mengatakan, sering kali dalam kasus pelecehan seksual pihak korban (perempuan) yang disalahkan. Mereka justru dituding menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan dengan perilaku dan memakai pakaian yang terbuka.

"Yang harus dilakukan adalah mendidik laki-laki agar memiliki pandangan yang berbeda terhadap perempuan. Bukannya menyuruh anak perempuan mengatur cara berpakaian. Laki-laki harus mengubah perilakunya," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com