JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan mengatur mengenai perlindungan dan bantuan bagi korban-korban aksi terorisme.
Ketua Panitia Khusus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii megakui, dalam draft yang diajukan pemerintah sama sekali tak ada aturan yang mengatur perlindungan bagi korban. Mayoritas fraksi di Pansus RUU Anti-Terorisme , kata dia, sudah menyoroti hal itu saat rapat dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Rabu (27/4/2016).
"Saat kita jadi korban teroris, kita berada di suatu tempat lalu meledak bom badan kita cedera, siapa yang nanggung ini. Apa kita minta yang ngebom? Apa kita tanggung sendiri?" kata Syafii saat dihubungi, Sabtu (30/4/2016).
(Baca: Dikritik, RUU Anti-Terorisme Sama Sekali Tak Atur Hak Korban)
Syafii mengatakan, mayoritas fraksi menginginkan agar bantuan bagi korban aksi terorisme diberikan sepenuhnya oleh pemerintah. Pemerintah harus bertanggung jawab karena gagal melindungi warganya dari kejahatan terorisme.
"Kami harapkan itu bagian dari tanggung jawab pemerintah," kata Politisi Partai Gerindra ini.
Menurut Syafii, Menkumham menyambut baik usulan untuk memberikan bantuan bagi korban terorisme ini. Namun, teknis mengenai bantuan yang diberikan baru akan dibahas lebih lanjut dalam rapat selanjutnya.
(Baca: Pasal “Guantanamo” di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi)
Draf RUU Anti-Terorisme sebelumnya dinilai oleh kalangan masyarakat sipil pegiat HAM telah menyampingkan hak-hak korban kasus terorisme yang seharusnya diatur dalam UU.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan bahwa rancangan UU Anti-teror yang ada saat ini belum membahas soal mekanisme penggantian kerugian yang dialami oleh korban dari tindakan terorisme.
"Tidak ada satu pasal pun dalam RUU anti-teror yang bicara tentang hak korban. Korban tidak diperhatikan. RUU tersebut hanya bicara soal bagaimana menangkap pelaku dalam hal penindakan," ujar Erasmus saat jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
(Baca: UU Anti-Terorisme Diminta Tak Direvisi Sebelum Ada Evalusi Kinerja Aparat)
Menurut Erasmus, operasi pemberantasan terorisme selama ini telah menyampingkan kerugian yang dialami, baik korban yang tidak terkait langsung dengan terorisme maupun korban salah tangkap.
Kerugian yang dialami korban tidak hanya soal materil, tetapi juga imateril, seperti trauma psikis dan stigma teroris terhadap korban salah tangkap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.