JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menganggap sistem pemidanaan telah lama gagal mencegah terjadinya kejahatan, terutama korupsi.
Nyatanya, sudah banyak yang dihukum. Bahkan, masih banyak penyelenggara negara yang mencicipi korupsi. Menurut Bagir, selain upaya penegak hukum, "sumber penyakit" pun perlu dibasmi.
"Sumber penyakit ini perlu kita pikirkan, dengan menemukan sebab korupsi. Ada pelemahan yang bersumber dari hukum dan di luar hukum," ujar Bagir dalam diskusi di Jakarta, Kamis (17/2/2016).
"Sumber penyakit" dalam penegakan hukum antara lain penegak hukum yang lemah dengan godaan.
Penegak hukum ini mudah dirayu dengan janji atau uang, asalkan perkaranya tidak diproses, dihukum ringan, bahkan minta dibebaskan.
"Misalnya ada tersangka udah 3,5 tahun belum ada proses. Sistem pemidanaannya yang tidak proporsional," kata Bagir.
Sementara itu, Bagir menyebutkan banyak sumber penyakit pemicu korupsi dari sektor luar hukum.
Pertama, celah korupsi bisa muncul di tatanan birokrasi. Kemudian, celah juga bisa muncul dalam bentuk tingkah laku politik.
"Cara Pilkada, jadi calon, itu berdasarkan tatanan politik. Apakah bukan itu penyubur korupsi?" tutur Bagir.
Begitu pula dengan tatanan ekonomi dan sosial yang rawan celah korupsi. Jika bibit penyakit itu tidak dibereskan, Bagir meyakini cerita penyelesaian persoalan hukum akan panjang dan tidak ada habisnya.
Sementara menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, koruptor di Indonesia masih diistimewakan sehingga tak berbekas efek jera.
Di samping itu, mantan terpidana pun masih banyak yang berpartisipasi dalam proses politik.
"Negara ini enak betul, terpidana kasus korupsi bisa ikut Pileg dan Pilkada. Ini dampak tidak dicabut hak politik," kata Emerson.
Menurut Emerson, keluarga dan korporasi dari pelaku korupsi pun semestinya ikut dijerat. Sebab, diduga ada jejak jejak korupsi yang diterima oleh pihak lain, selain yang dinikmati pelaku secara pribadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.