Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kalijodo Miliki Sertifikat Garap, Apakah Pemerintah Perlu Berikan Ganti Rugi?

Kompas.com - 16/02/2016, 20:31 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalijodo tak hanya mencuatkan masalah penggusuran, dan potensi konflik sosial, melainkan juga potensi sengketa lahan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan warga yang tinggal di sana selama berpuluh-puluh tahun.

Aksi saling klaim kepemilikan dan penguasaan lahan dilontarkan oleh para pihak yang terlibat dalam persoalan relokasi di Kalijodo.

Tokoh Kalijodo, Abdul Azis atau karib disapa Daeng Azis mengaku rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB-P2). Karena itu, dia merasa berhak untuk memiliki dan menguasai lahan yang sudah ditempatinya sekian lama.

Sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta melalui Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersikukuh Azis menyalahi peraturan dan bisa dipidana karena menguasai tanah negara.

Ahok meminta Azis membaca Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Bahkan, dia menyebut Pemprov DKI Jakarta juga bisa menuntut Azis atas penguasaan lahan negara.

"Kalau dia menuntut, kami juga bisa menuntut dia. Makanya, dia suruh baca Undang-undang," kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (16/2/2016).

Ahok mengatakan, pembayaran PBB-P2 bukan merupakan tanda kepemilikan lahan. Hal itu tercantum dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960.

"Terus kalau kamu duduk di tanah negara itu salah, itu bisa dipidana. Apalagi kamu duduki tanah negara terus disewakan ke orang dan digunakan untuk bisnis, itu pidana," tambah Basuki. (Baca: Datang ke DPRD DKI, Daeng Azis Tunjukkan Bukti Hak Garap Lahan Kalijodo)

Betulkah Azis bisa dipidana karena menduduki tanah negara, dan bagaimana pula dengan aksi Ahok yang ingin membebaskan tanah Kalijodo?

Menurut pakar hukum pertanahan dan properti sekaligus Managing Partner Leks & Co., Eddy Marek Leks, kalau memang status tanah Kalijodo merupakan tanah negara artinya belum ada sertifikasi atas nama penghuni.

Kendati demikian, Azis atau siapapun yang sudah tinggal di sana selama bertahun-tahun bisa mengajukan permohonan untuk memiliki izin berupa Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai (HP), dan hak-hak lainnya.

Namun, kata Eddy, yang patut digarisbawahi adalah tanah negara ini artinya tanah yang dikuasai negara, bukan tanah milik negara.

Jadi, secara terminologi hukum, tanah negara berarti tanah yang dikuasai negara dengan berdasarkan hukum UUD 1945 Pasal 33. (Baca: Ahok Anggap Surat Rumah Azis sebagai Pengakuan Kalijodo Tanah Negara)

"Negara ini tidak bisa memiliki tanah, melainkan hanya menguasai. Setiap individu, instansi berhak mengajukan hak pakai atas tanah dengan syarat hukum tertentu," tegas Eddy, Senin (15/2/2016).

Indonesia, tambah Eddy, menganut asas pemilikan horisontal. Ini artinya tanah bisa dimiliki oleh siapa pun, sebaliknya bangunan di atasnya bisa dimiliki oleh pihak yang berbeda.

Misalnya pihak A yang memiliki tanah, tetapi bangunan justru dimiliki oleh pihak B. Ini yang sebetulnya terjadi di Kalijodo.

Dalam pelaksanaan penggusuran pun Pemprov DKI Jakarta harus membayar kerugian yang diderita oleh pihak yang digusur atau mereka yang membangun permukinan di atas tanah negara.

"Meski bangunannya ilegal, mau enggak mau Pemprov DKI Jakarta mesti bayar ganti rugi," sebut Eddy.

Eddy kemudian memetakan potensi sengketa tanah di Kalijodo. Menurut dia, tanah Kalijodo sudah lama tidak dimanfaatkan oleh Pemprov DKI Jakarta, hingga kemudian ada pihak yang masuk dan membangun permukiman serta properti komersial.

Sayangnya, kata Eddy, hal itu dibiarkan dan berlangsung selama puluhan tahun. Jadi klaim ganti rugi tetap harus dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta karena dasar hukumnya adalah Indonesia menganut asas kepemilikan horisontal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Megapolitan
4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

Megapolitan
KPU DKI Bakal 'Jemput Bola' untuk Tutupi Kekurangan Anggota PPS di Pilkada 2024

KPU DKI Bakal "Jemput Bola" untuk Tutupi Kekurangan Anggota PPS di Pilkada 2024

Megapolitan
Sudirman Said Bakal Maju Jadi Cagub Independen Pilkada DKI, Berpasangan dengan Abdullah Mansuri

Sudirman Said Bakal Maju Jadi Cagub Independen Pilkada DKI, Berpasangan dengan Abdullah Mansuri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com