Pengaturan ini diharapkan memperkuat pencegahan penyebaran paham radikal dan aksi terorisme.
Presiden Joko Widodo mengatakan, wacana ini dibahas dalam rapat konsultasi antara pemerintah dengan pimpinan lembaga tinggi negara.
Akan tetapi, mengenai substansi dan teknis pengaturannya masih akan didalami oleh lembaga terkait.
"Itu salah satunya, tapi poinnya sudah dirangkum semua. Akan diolah di lembaga terkait, sehingga detail, dan tidak ada yang tercecer, satu pun," kata Jokowi seusai rapat konsultasi, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Secara terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Indonesia memiliki ketertarikan untuk mempelajari cara Singapura dan Malaysia dalam melakukan pencegahan terjadinya aksi radikalisme oleh warga negara yang baru kembali dari Suriah.
Pramono menuturkan, Pemerintah Singapura dan Malaysia dimungkinkan mendeteksi semua warganya yang baru kembali dari Suriah.
Namun, di Indonesia, kata Pramono, kewenangan aparat mengawasi WNI yang baru kembali dari Suriah sangat terbatas.
Oleh karena itu, muncul wacana merevisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pramono menjamin penanganan terduga teroris tidak akan menabrak hak asasi manusia.
"Di kita tidak ada payung hukumnya, padahal kita tahu ada seratusan yang kembali dari sana (Suriah), ke Tanah Air," ujar Pramono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.