Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Dinilai Tak Akan selesaikan Persoalan Terorisme

Kompas.com - 16/01/2016, 00:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa bom dan serangan di kawasan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016), melahirkan wacana revisi UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Namun, wacana kebijakan tersebut ternyata mengundang kritik yang cukup tajam terhadap Pemerintah.

Pakar hukum Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya kebutuhan untuk melakukan revisi terhadap UU Terorisme.

"Revisi undang-undang mungkin akan memberikan efek jangka pendek. Tapi itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan," ujar Todung saat ditemui di kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Jumat (15/1/2016).

Ia memahami ketakutan masyarakat terhadap terorisme itu nyata, bukan imajinasi. Terbukti kasus tersebut juga terjadi di Amerika Serikat dan Perancis beberapa waktu lalu.

Pemerintah memang harus tegas, kata Todung, tetapi upaya pengamanan atau penegakan hukum tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip HAM.

Menurut dia, pemerintah perlu berhati-hati. Jangan sampai untuk menangkal ancaman terorisme, malah membuka pintu bagi munculnya pemerintahan yang otoriter.

Bagi Todung, akan sia-sia jika penanganan terorisme dilakukan tanpa memedulikan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.

"Saya tidak setuju jika revisi itu nanti memberikan dasar kewenangan atas penahanan seseorang tanpa batas waktu atau menahan seseorang tanpa bukti-bukti awal yang cukup. Saya tidak mau cara-cara penanganan bergaya orde baru ada di sana," ungkapnya.

Sejauh pengamatan yang ia lakukan, kasus terorisme yang muncul justru timbul karena lemahnya koordinasi antara aparat-aparat keamanan, seperti kepolisian, tentara dan intelijen.

Oleh karena itu hal krusial yang harus segera dilakukan sebenarnya adalah mengoptimalkan sumber daya yang sudah ada dalam bidang intelijen untuk mendeteksi bahaya-bahaya ancaman teror.

Ia pun memberikan saran, pemerintahan Joko Widodo sebaiknya juga mengambil langkah yang berdampak jangka panjang.

Perbaikan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan sosial, dan membenahi sistem pendidikan akan membuat masyarakat lebih sadar akan mana yang baik dan mana yang buruk.

Dengan begitu masyarakat tidak mudah terbujuk untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris.

"Saya mengerti ongkos untuk melakukan itu akan besar sekali tapi kita mesti berani mengambil risiko," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com