JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Ancol, Agung Laksono, menilai rapat konsolidasi antara elite DPP Partai Golkar hasil Munas Bali dengan para Ketua DPD I di Sanur, Bali, Senin (4/12/2015), tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas.
Menurut Agung, belum ada Surat Keputusan mengenai kepengurusan Golkar yang sudah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
"Legal standing juga tidak jelas menyelenggarakan seperti itu. Kalau kumpul-kumpul saja tidak masalah, tapi jangan justru menimbulkan kegaduhan lagi," ujar Agung saat ditemui di kediamannya di Jakarta Timur, Selasa (5/1/2016).
Agung mengatakan, penolakan Munas dalam pertemuan di Bali tersebut menunjukkan sikap yang tidak simpatik terhadap kondisi Golkar saat ini.
Rekonsiliasi seharusnya dilakukan dengan cara yang fair, melalui Munas terbuka yang diliput oleh media dan dilihat masyarakat.
Dengan demikian, Golkar mendapat kepemimpinan yang bersih dan memperhatikan kepentingan bangsa.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Bali Nurdin Halid mengatakan, dalam pertemuan di Bali, Ketua DPD I Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie sepakat menolak pelaksanaan Munas sebelum tahun 2019.
Nurdin mengatakan, dengan kesepakatan ini, maka desakan untuk menggelar Munas bersama dengan kubu Agung Laksono otomatis tidak bisa dilaksanakan.
(Baca: Nurdin: Seluruh DPD I Golkar Tolak Munas Sebelum 2019)
Sebab, berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, Munas yang digelar sebelum waktunya harus melalui persetujuan dua per tiga pengurus DPD I seluruh Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.