Dia mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari tahun ke tahun belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
"Di tahun 2014, IPK Indonesia masih di angka 3,4 serta berada di peringkat 107 dari 175 negara. Jauh di bawah (peringkat) negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Philipina dan Thailand," kata Prasetyo.
Ia mengatakan, di awal tahun 2015 lalu, Kejagung telah membentuk satgas khusus untuk menyelesaikan perkara korupsi. Menurut dia, pembentukan satgas tersebut cukup efektif dalam meningkatkan tugas kejaksaan menyelesaikan kasus korupsi yang ada.
Berdasarkan catatan Kejagung, setidaknya ada 1.863 perkara korupsi yang telah masuk tahap penyelidikan. Sedangkan untuk penyidikan terdapat 1.717 perkara, dan 2.274 perkara masuk ke tahap penuntutan.
"Untuk yang sudah dieksekusi ada 565 terpidana," kata dia.
Politisi Partai Nasdem itu mengakui, ada upaya untuk menggagalkan pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejagung. Salah satunya melalui mekanisme pengajuan praperadilan atas upaya penetapan tersangka.
"Tapi saya tegaskan, itu bukan indikasi kegagalan yang dilakukan Kejagung," ujarnya.
Ia menambahkan, sejauh ini ada Rp 604.461.049.374 uang negara yang diselamatkan Kejagung ketika menangani perkara korupsi ditahap penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan, untuk perkara korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, sudah Rp 72.744.319.412 uang pengganti yang disetorkan ke kas negara.
"Sedangkan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berhasil diraih sebesar Rp 704,6 miliar. Itu lebih besar dari 400 persen dari target PNBP sebesar Rp 160 miliar," ungkapnya.