Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Pasangan Calon Terbatas Sebabkan Minimnya Partisipasi Pemilih

Kompas.com - 21/12/2015, 16:32 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengatakan, jumlah pasangan calon yang minim dalam Pilkada Serentak menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi pemilih.


Pilihan pasangan calon yang terbatas, menurut dia, mengakibatkan aspirasi dan kepentingan masyarakat pemilih tidak terakomodasi dengan sempurna.

Dia memaparkan, dari 239 daerah yang telah selesai rekapitulasi, partisipasi rendah terjadi di daerah-daerah yang pasangan calonnya terbatas.


"Makin sedikit jumlah pasangan calon, partisipasi pemilih makin rendah. Sebaliknya, daerah dengan pasangan calon yang beragam, partisipasi pemilihnya relatif tinggi," ujar Masykurudin melalui keterangan tertulisnya, Senin (21/12/2015).

Masykurudin memaparkan, dari hasil analisa JPPR, daerah Pilkada dengan 2 pasangan calon, rata-rata partisipasinya hanya 67 persen. Daerah dengan 3 pasangan calon rata-rata partisipasinya 70 persen.

Sementara itu, daerah dengan 4 pasangan calon rata-rata partisipasi 69 persen dan daerah Pilkada dengan 5 pasangan calon atau lebih, rata-rata partisipasinya 71 persen.  

Diantara daerah dengan 2 pasangan calon yang partisipasi rendah adalah Kota Medan (27 persen), Kota Batam (50 persen), Kota Samarinda (50 persen), Kab. Serang (51 persen), Kab. Jember (52 persen), Kab. Tuban (52 persen) dan Kota Surabaya (52 persen).

Sementara daerah dengan 5 pasangan calon atau lebih dengan partisipasi tinggi diantaranya Kab. Nabire dengan 8 pasangan calon (92 persen), Kab. Rejang Lebong dengan 7 pasangan calon (68,5 persen), Kab. Bone Bolango dengan 6 pasangan calon (87,5 persen) dan Kab. Gorontalo dengan 5 pasangan calon (78 persen).

"Rendahnya partisipasi pemilih di daerah dengan pasangan calon yang terbatas murni disebabkan oleh partai politik dan elit. Partai Politik terdorong untuk mendukung calon yang mempunyai dana besar dan popularitas tinggi sehingga dapat dengan mudah memenangkan persaingan," ungkap Masykurudin.

Dia menambahkan, arah dukungan partai politik tersebut pada akhirnya berujung pada jumlah pasangan calon yang terbatas. Sehingga, hal itu mengurangi jumlah perbincangan antara kandidat dan masyarakat.

Pada akhirnya, aspirasi kepentingan pemilih kurang terakomodasi dalam pasangan calon yang terbatas.

"Semoga hal ini menjadi pembelajaran untuk Pilkada kita mendatang," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com