Oleh: Sjafrie Sjamsoeddin
JAKARTA, KOMPAS - Seluruh dunia terenyak oleh serangan teror bom yang terjadi di Paris, Perancis.
Tragedi Paris itu membuka mata dan pikiran semua pihak, dunia menghadapi ancaman yang tidak hanya datang dari aktor negara (state actors), tetapi nyatanya ada ancaman dari non-state actors. Para pelaku serangan teror di Paris bukanlah pasukan negara asing, melainkan kelompok masyarakat bersenjata.
Tantangan global kini dan mendatang mengindikasikan dunia tidak lepas dari ketidakpastian politik dan ekonomi. Ada kepentingan politik global dan pergeseran kekuatan ekonomi yang dipastikan besar efek negatifnya bagi negara lain.
Pada sisi strategis lain, terjadi pergeseran kekuatan militer dari persenjataan pemusnah massal beralih ke intensitas diseminasi teknologi canggih, baik yang berawak (manned) maupun tidak (unmanned), yang dioperasikan dalam perang asimetris secara inkonvensional. Juga hadir mandala perang baru dalam teknologi informasi, yaitu cyber war.
Fenomena strategis lainnya, korupsi dan disloyal people terhadap integrasi nasional terutama yang berciri plural.
Jika mendalami observasi global, ada faktor yang dominan berpengaruh, yaitu geopolitik, power, kepentingan ditambah kebudayaan yang memengaruhi terjadinya krisis suatu negara.
Bagi Indonesia, yang dibutuhkan adalah respons bersama: kerja sama bahu-membahu sipil dan militer melindungi negara.
Saat ini interaksi sipil dan militer sudah mendunia menyelesaikan semua permasalahan kelangsungan hidup kemanusiaan dan kenegaraan. Bahkan, itu menjadi strategi solusi di era demokrasi.
Lihat saja bagaimana Perancis menangani serangan teror saat 1.500 anggota pasukan militer langsung diterjunkan untuk ikut menangani persoalan.
Hal yang sama dilakukan AS saat menghadapi serangan teror 11 September 2001 dan badai Katrina di New Orleans tahun 2005. Krisis yang terjadi tak hanya ditangani kekuatan sipil, tetapi juga melibatkan militer.
Federal Emergency Management Agency yang dimiliki AS merupakan lembaga negara yang bekerja lintas sektoral dan bertugas menangani semua situasi krisis yang terjadi di negeri itu.
Pendekatan mutualistis, interdependensi, serta konsultasi individu dan institusi telah menjadi suatu kekuatan preventif yang dibangun dalam kerangka kerja sama sipil dan militer.